🌿Part 19: Fakta Hana

43 5 0
                                    

Lem Gerxmo!
    Oeps kyi fmperk perkwyrk, tewxm ps feoep qevel.
    Qeoewml cee, yhel fyex kyi ceomr yrxyo qeny. Fiwso aeoxy quwceq tmpml kyi ce. Eaew ene weqti tmpml Eefmh!
    Hseoer Kyo fmwe neke eqerel mrm. Ce qiwomtyr fipyq xirxy nehm nyke wml.
    Qeoewml yhel qey evxmmr weqti eolmv.

Edlev Hdylemvm

***

Itulah isi dari surat kak Azhar. Benar-benar kurang kerjaan ini orang. Sama sekali ga terbaca.

(Foto suratnya ada di pict atas)

Aku coba scan untuk mendeteksi bahasa. Dan ternyata ga ada bahasa manapun yang tulisannya seperti itu.

Dan aku baru tersadar ketika aku hendak menghubungi nomor kak Azhar. Nomornya aku blokir.

Mau buka tapi kok ....

Akhirnya aku memutuskan untuk menghubungi Hana.

"Ada apa?" tanya Hana melalui sambungan telepon setelah salam.

"Udah buka gambar yang ku kirim? Cek deh."

"Ga jelas tulisannya! Apaan dah yang dikirim ga jelas. Dari siapa sih?"

"Dari kak Azhar. Kurang kerjaan banget kan ya. Asli ga paham aku."

"Duh emang ya. Sejak suka sama kamu, abangku jadi agak miring otaknya."

Aku memakai jilbab dan mengalihkan panggilan ke video call. Menarik guling dan mengambil posisi ternyaman.

"Eh, kamu dah tanya kak Azhar tentang surat itu belom?"

"Nomornya dah aku blokir dari seminggu yang lalu. Males mau buka. Tapi kepo isi suratnya."

"Duh gengsinya temenku satu iniiii ... Buka blokir apa susahnya sih?"

"Nanti kalo dibuka blokirannya. Kak Azhar neror terus! Makanya aku blokir. Tapi kepo sama surat ini," cetusku menunjukkan surat itu.

Aku meninggalkan telepon tetap tersambung dengan mengarahkan kamera ke langit-langit sembari mencari kertas kosong dan pensil. Barusan terlintas mengartikan dengan cara lain.

"Jujur nih ya, Izma. Kamu suka ga sih sama bang Azhar? Setiap aku lagi sama bang Azhar. Yang dibicarain itu kamu. Dan sepertinya dia berharap ga sekedar temen kayak sekarang," tanya Hana diakhiri pernyataan yang membuatku jenuh.

"Suka sebenarnya. Tapi sukanya itu suka sebagian sikapnya. Bukan dijadiin sebagai pasangan. Tapi untuk diterapin ke diri aku," balasku kembali ke posisi semula.

"Beneran?"

Suara itu? Kak Azhar.

Buru-buru aku melihat layar ternyata video call grup. Sejak kapan?

Spontan aku melempar ponsel ke sembarang arah. Tapi masih di kasur. Malu banget. Pengen menghilang.

"Malah diem. Udah nomorku diblokir. Jadi harus pake surat kayak jaman Majapahit. Sekarang malah diem."

Aku yang malu bukan main, malah Hana tertawa penuh kemenangan.

"Beneran suka sama aku?" tanyanya tapi aku tetap diam.

"Oke, gini aja deh. Kalo emang suka sama kepribadianku. Harusnya juga berani dong! Harus bisa lawan cewek-cewek alay itu dong? Siapa? Rania?"

Memang, aku kagum dengan kepribadiannya. Kagum dengan kedewasaannya, kagum dengan tanggung jawabnya. Tapi kalo dia tau itu. Ya aku yang malu.

MaHar [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang