Esta meletakkan koper berukuran sedang di bagasi mobil orang tuanya. Sesaat laki-laki bersurai hitam itu membuang napas kasar.
"Ayah sama bunda cuma empat hari, kan?" tanyanya.
Agung–ayahnya– menganggukkan kepalanya dengan pasti. Ia sedikit mengelus rambut anaknya. "Iya, cuma empat hari, Ta."
Esta beralih pada Soraya, sang bunda.
Soraya juga mengangguk pelan. Ia tak tega melihat wajah melas anaknya setiap mengantar ia dan suaminya untuk pekerjaan di luar kota.
Sayangnya Esta anak tunggal yang membuat satu-satunya jagoannya itu sering merasa kesepian.
"Kamu beneran gak mau nginap di rumah Hana aja?" tawar lagi dari Soraya.
"Enggak, bunda. Meskipun Esta dijodohin sama Hana, bukan berarti Esta bisa seenaknya nginap di rumah dia. Nanti namanya jadi jelek di mata tetangga."
Setidaknya Soraya bisa bersyukur bahwa anak semata wayangnya ini tidak menjadi berandalan seperti yang ada di film atau novel masa kini.
Esta bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Dan Soraya yakin, kasih sayang lebih pada Esta akan membuatnya menjadi pribadi yang semakin baik.
"Terus mau nginap di rumah siapa?"
Esta beralih pada ayahnya yang sedang menutup bagasi mobil. "Di rumah Harsa aja, Yah. Sekalian nemenin Om John."
Agung menyeka keringat di dahinya. "Bagus kalau gitu, rumah Johnny pasti sepi kalau kalian gak main ke sana."
Padahal, rumahnya pun tak kalah sepi dari rumah keluarga Cakrala. Apalagi jika hanya ada Esta di rumah.
"Mau sekalian ayah anterin ke rumah Harsa gak?"
Agung dan Soraya sudah menaiki mobil dan duduk di tempat masing-masing. Agung lalu menurunkan kaca mobil disampingnya.
"Nanti pas ayah pulang sekalian ayah jemput gak?"
Lagi lagi Esta menggelengkan kepalanya. "Esta di sana cuma sampe besok, Yah. Weekend-nya anak-anak pada pengen nginap di sini, gapapa kan?"
Agung menyetujuinya. Apapun itu, selagi demi kebahagiaan anak satu-satunya dan agar anaknya tak merasa sendirian.
—
Dua jam setelah keberangkatan ayah dan ibunya, Esta kini sudah berdiri didepan pintu rumah Harsa.
Tangan kirinya meneteng paperbag berisi sepatu sekolahnya dan dibelakang punggungnya terdapat tas sekolahnya yang berisi buku-buku untuk mata pelajaran esok hari.
Bagaimana dengan pakaian? Esta hanya membawa satu baju ganti dan seragam. Ia tak membawa baju banyak. Toh ia hanya menginap untuk hari ini dan besok.
"Bentarrr." Suara teriakan dari balik pintu dihadapan Esta ini terdengar memggelegar.
Pintu terbuka dan nampak Harsa dengan senyum lebarnya. Agak horor bagi Esta, hanya saja ia memakluminya.
"Nyampe juga akhirnya."
Esta berjalan di belakang Harsa. "Si Om kemana?"
"PA!!! DICARIIN ESTA NIH," teriak Harsa tiba-tiba. Namun teriakan itu tak menghasilkan apapun.
"Bro, ini kan baru jam setengah lima. Bokap lo bukannya balik abis maghrib ya?"
Lagi-lagi Harsa tersenyum idiot membuat Esta kadang tak habis pikir dengan jalan pikir temannya ini.
"Ajakin Ivan sama Jeje gak nih?"
Esta yang masih ribet meletakkan tas dan paperbag-nya pun berbalik badan. Ia perhatikan Harsa tengah asik berbaring di atas kasur yang akan ia gunakan sebagai tempat tidur.
"Manggil ke rumahnya apa lewat chat aja?" balas Esta.
Harsa sontak berdiri. "AHA. Pas banget si Gisel minta jemput."
"Emang tuh anak dimana? Tumben gak nempel sama Shanka?"
Harsa mengotak atik ponselnya lalu menunjukkannya pada Esta. Dua puluh menit yang lalu Gisel meminta Harsa untuk menjemputnya di studio foto bundanya.
"Shanka kan lagi ke Jepang," kata Harsa.
Esta mengangguk-anggukan kepalanya. Pasti di studio foto Tante Krystal banyak model-model cakep, pikirnya.
•••
Thank you buat 11k readers nyaa ♡♡♡♡
KAMU SEDANG MEMBACA
ZER00'S
Teen Fiction"For your information, mereka itu namanya 𝗭𝗘𝗥𝟬𝟬'𝗦. Geng populer yang isinya sembilan cogan plus empat cecan hits di Smandatura. "Dari kanan ke kiri baris pertama ada 𝗥𝗲𝗻𝗷𝗮, 𝗞𝗮𝗶𝘃𝗮𝗻, dan 𝗡𝗶𝗹𝗮, baris kedua ada 𝗝𝗮𝗻𝗮𝗿, 𝗞𝗮𝗿...