"Rin."
Karina membalas sapaan dari Janar dengan senyum tipis di bibirnya. Ia lalu mengangkat sebelah alisnya, menanyakan apa ada sesuatu yang akan dikatakan.
"Lo bisa pulang sendiri gak? Gue ada janji sama orang lain."
Tanpa banyak berpikir, Karina menganggukkan kepalanya. "Iya, nanti gue bisa nebeng sama yang lain kok."
"Nebeng siapa? Biar gue aja yang bilang ke orangnya," usul Janar.
Karina menggeleng. "Gak usah, Jan. Gue aja yang nyari Esta sama yang lain."
"Beneran?"
"Iya, Janar."
Janar mengangkat tangannya dan meletakkan telapaknya di kepala Karina, mengacak-acak surai kehitaman tersebut dengan wajah polosnya.
"Thanks, ya."
Karina menghempas tangan Janar dari kepalanya. Dahi nya mengerut dengan bibir yang mengerucut membuat senyum Janar semakin melebar.
"Nanti kalau udah sampe rumah langsung kabarin, ya!" titah Janar.
Karina membalik tubuh Janar dan mendorongnya menjauh dari Karina. "Sok romantis banget sih, abis nonton Dilan ya?"
"Gue emang romantis dari dulu, lo-nya aja yang gak merhatiin."
"Idih, lo gak cocok jadi sadboy," tukas Karina. Gadis bertubuh ramping itu melenggang meninggalkan Janar yang kegilaan disamping gerbang sekolah.
Setelahnya, Janar mengendarai motornya menuju sebuah cafe tempat ia bertemu dengan seseorang yang kini sudah melambaikan tangannya ke arah Janar.
"Lama banget sih," keluhnya.
"Gue baru nyampe, bukannya ditanyain kabar kek, basa basi kek," balas Janar.
"Ya, ya, ya. Eric apa kabar?"
"Kok lo malah nanyain si Eric? Kan lo satu sekolah sama dia."
Janar bersedekap setelah menyeruput es jeruk yang sudah sempat ia pesan lewat gadis berponi didepannya ini. "Ada masalah sama Esta?" tanya Janar.
Gadis didepan Janar seketika berhenti memakan kentang gorengnya. "Lo peka banget ternyata, pantes Karina betah."
"Ya, ya, ya. Terserah lo aja."
Janar menggeleng-gelengkan kepalanya. Dalam hatinya ia menjawab, gimana gak peka, lo aja tiap ngajak ketemu pasti tujuannya curhat soal Esta.
Janar perlahan menyelidiki gadis dihadapannya ini, dari puncak kepala hingga ujung jari tangannya yang sibuk menari diatas layar ponsel.
Matanya tak sengaja menangkap nametag yang terpasang di atas almamater khas milik tetangga sekolahnya.
'Hanasta Judistia'
"Gue tuh udah apal, lo ngajak ketemu tandanya lo lagi marahan sama Esta dan berakhir gue yang jadi ladang curhat lo."
"Ya abis gimana ya, Esta tuh ngeselin banget, udah gue bilangin buat berhenti mainin cewe tapi masih aja gak berubah," gerutu Hana.
"Kali ini dia ngapain lagi?"
Hanasta Judistia, atau yang kerap kali dipanggil Hana, perempuan itu mengambil napas lalu mulai mengoceh menceritakan segala keluh kesahnya selama menghadapi Esta.
"Dan yang lebih parahnya lagi, bisa-bisanya seminggu ini dia jalan sama tiga cewe yang berbeda. Pertama, anak SMANDATURA. Kedua, anak SMANSAMERTA. Ketiga ...." Hana memberikan jeda sejenak.
"Anak STM, Janar! Bayangin se-random apa tipe Esta sampe cewe STM pun diembat. Lo tau sendiri kan anak cewe STM tuh pawangnya banyak," jelas Hana dengan panjang lebar.
"Goblok tuh anak, itu dia kalo php in cewe STM terus anak sekolahnya pada ngajak tawuran kan bahaya."
"Tau ah, frustasi gue lama-lama."
"E-eh lo gak bakal bundir gara-gara kelakuan Esta, kan?" tanya Janar.
Gimana Esta gak random kalo temennya aja kayak gini, batin Hana.
"Menurut ngana?"
"Gini deh, gue jelasin lagi. Tapi, ini terakhir kalinya ya gue ikut campur urusan lo," ujar Janar.
Sebelum Hana berbicara, Janar kembali memotong ucapan gadis itu. "Nih ya, Han. Sekali-kali lo juga harus belajar nyelesaiin masalah lo sendiri, jadi kalau suatu saat kalian udah nikah, lo bakal lebih kebiasa sama masalah-masalah yang akan datang."
"Lo tau sendiri kan kalau Esta itu suka main-main sama cewe. Tapi ... lo juga harus tau kalau Esta udah mantapin hatinya buat setia sama lo.
"Sebelum kalian ketemu, Esta emang udah kayak gini, suka jalan sama cewe tapi gak pernah nganggep serius tiap ditanya soal hubungan. Dan gue yakin, Esta juga udah pernah bilang ke elo kalau dia aslinya ya gini.
"Dan sekarang, anggap aja Esta lagi ada diluar rumah, dia lagi pengen main sepuasnya sebelum dia harus balik ke rumahnya. Iya, elo itu ibarat rumahnya Esta.
"Kenapa gue bilang gini? Karena gue sendiri juga udah ngerasain. Dulu gue suka macarin cewe manapun padahal gue tau kalau gue dijodohin sama Karina. Dan sekarang, gue udah nyaman sama Karina. Kenapa? Karena gue udah nemuin alasan kenapa harus Karina yang jadi rumah buat gue. Sama hal nya kayak Esta nanti."
Ponsel berwarna putih dengan logo apel dibanting di atas meja oleh pemiliknya, Hana. "Ya terus? Gue harus ketemu sama Karina, terus minta jampi-jampi ke dia biar Esta gak oleng mulu, gitu?"
Senyum sabit itu muncul di wajah Janar. "Habis ini gue bakal nemuin Karina, kalau lo mau, lo bisa tuh minta jampi-jampi atau sekalian belajar ilmu santet deh biar Esta tobat."
Hana langsung saja memberesi barang-barangnya di meja, lalu berdiri dengan semangat dan meraih tangan Janar. "Ayo!"
"Hah? Kemana?'
Hana memutar bola matanya jengah sambil membuang tangan Janar dengan kasar. "Ketemu Karina lah."
•••
Hanasta Judistia, XI MIPA 4
SMANSAMERTA
KAMU SEDANG MEMBACA
ZER00'S
Fiksi Remaja"For your information, mereka itu namanya 𝗭𝗘𝗥𝟬𝟬'𝗦. Geng populer yang isinya sembilan cogan plus empat cecan hits di Smandatura. "Dari kanan ke kiri baris pertama ada 𝗥𝗲𝗻𝗷𝗮, 𝗞𝗮𝗶𝘃𝗮𝗻, dan 𝗡𝗶𝗹𝗮, baris kedua ada 𝗝𝗮𝗻𝗮𝗿, 𝗞𝗮𝗿...