❀ terima kasih

849 96 8
                                    

⚠️ chapter ini agak panjang

Siapa yang Harsa temui malam itu?

Pertanyaan itu diam-diam bersemayam selama beberapa hari dalam kepala Savna dan Yasa. Sebenarnya bukan hanya mereka, tetapi hampir semua saksi mata kejadian di rumah Harsa malam itu juga.

Malam itu—ketika Harsa tahu fakta baru mengenai calon ibu sambungnya— pikirannya melayang entah ke mana.

"Harsa?"

Kepalanya didongakkan, memandang seorang gadis bersurai sebahu yang menutupi cahaya dari lampu taman di atasnya.

"Prima?"

"Lo ngapain di sini?" tanya gadis itu, Prima.

"Gapapa sih, sumpek aja di rumah," ujar Harsa sekedarnya.

Prima hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Ketika Harsa mempertanyakan alasan dibalik keberadaan Prima di tempat yang sama, jawabannya hanya singkat.

"Nungguin cowok gue," ujarnya.

Yang Harsa tahu, lelaki yang bergelar kekasih Prima itu bernama Arjuna. Laki-laki yang di cap sebagai salah satu berlian di Smandatura yang (sayangnya) tidak tergabung dengan ZER00'S.

"Prim, ayo!"

"Duluan ya! Baik-baik lo di sini, ntar digangguin tante girang lagi."

Harsa hanya mendengus kesal. Kesal karena ucapan Prima juga kesal karena ia kira Prima akan menemaninya sedikit lebih lama.

Harsa jadi ingat saat kelas 10 dulu ia sempat berpikiran untuk mendekati gadis itu. Namun sayang seribu sayang, Mikaila sudah lebih dulu mencomblangkan Prima dengan Arjuna, kembarannya.

"Hai, Harsa!"

"Eh?"

Lagi-lagi Harsa mengerjapkan kedua matanya saat seorang gadis lain berdiri tepat di tempat Prima tadi.

"Prima bilang lo di sini sendirian," katanya sembari mengambil tempat di samping kiri Harsa.

"Lo lagi ada masalah?"

"Lo cenayang?" tanya Harsa balik.

Gadis itu menyibakkan helaian rambut yang jatuh di pipinya. "Fyi, gue sekeluarga punya kemampuan buat ngeliat raut wajah orang."

"Lo anak dukun? Jadinya di Jogja dulu lo dijauhin sama temen-temen lo terus lo mutusin buat pindah ke sini?"

Ungkapan Harsa tadi berhasil membuat Safira, gadis bule dengan logat Jawa itu tertawa terbahak-bahak.

"Lo kalau ditawarin permen sama orang, jangan langsung diterima, ya?"

"LO NGIBULIN GUE?"

"Ya menurut lo aja gimana."

Safira lalu membuka kantong plastik bertempelkan logo Alf*mart di tengahnya dan mengambil dua kaleng minuman, Nescafé dan ... Adem sari????

"LO NGASIH GUE ADEM SARI?"

"Kalau lo haus minum aja gapapa, gue ikhlas kok."

Harsa lagi-lagi mengambil napas dalam-dalam melihat kelakuan aneh siswi baru ini.

Pertemanan keduanya memang tidak begitu dekat, tidak seperti Harsa dan Savna maupun Jeje dan Nila. Tapi, siapa sangka setelah Harsa yang menawarkan diri membantu Safira di perpustakaan hari itu, berhasil membuat Safira menyusul dan secara blak-blakan mengatakan, "Gak usah sok keren!"

Apakah Harsa merasa malu? Jawabannya, iya.

"Anjir adem sari ternyata seger juga diminum kalo lagi pening," kata Harsa.

ZER00'STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang