02 •• Emperian ••

45 13 18
                                    

Author's PoV~

Pedang maupun anak panah manapun tak bisa melukai mereka.’

Seketika, Arthur melupakan kalimat yang diucapkan salah satu kolonel pasukan padanya. Pedang manapun, anak panah apapun. Tak akan ada yang mampu melukai ras superior itu.

Dan hal itu berlaku pada seluruh ras. Meskipun gadis manis sekalipun.

Tangannya bergetar hebat kala memegangi pedang berat yang baru saja ia ayunkan. Jangankan terluka. Bergerak sedikitpun saja tidak. Apa kekuatannya juga termasuk pada ketahanan tubuh mereka?

Ini salahnya karena tak mempelajari apapun lebih lanjut mengenai ras superior itu. Ras penduduk suku Empress. Sang Emperian.

"Sedang apa mengayunkan mainan itu padaku?" Gadis itu bersuara.

Kedua mata Arthur semakin membulat ketakutan. Bibirnya pun tak berhenti bergetar. Ia benar-benar tak bisa tenang.

"Seluruh temanmu mati diatas sana... Lagipula kalian ini... Pasukan idiot dari mana? Berperang dengan sesama pasukan... Teman-temanku sampai menertawakan kalian seperti sedang mengadu ayam." Gadis itu mengikat luka di paha Arthur. Kemudian mendorong pedang yang dibawa pria itu dengan mudah.

Gadis itu bangkit dari jongkoknya. Meraih nampan anyaman yang sebelumnya ia letakkan di tanah. Memperhatikan pria di bawahnya dengan alis yang naik sebelah.

"Jika dari sini, mustahil rasanya kau kembali dengan selamat... Ada banyak hewan buas yang mencari makanan di malam hari. Kau pasti bisa berdiri, kan?"

Arthur mengedarkan pandangannya. Memperhatikan keadaan sekitar yang sudah semakin gelap. Langit sudah berubah menjadi kemerahan dan keadaan di dalam hutan pun semakin tak terlihat.

"A- ada temanku yang masih hidup?" Dengan lirih ia bertanya. Kemudian menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Ia benar-benar tak tau lagi harus berbuat apa. Kemana ia harus pergi melangkah, dan dengan siapa ia harus pergi.

Sendirian?

Bagaimana mungkin bisa!

"Apa jumlah mereka 122 orang?"

Ia kembali mengangkat kepalanya. Mendengar suara seorang pria disana.

122 orang. Ya. 123 orang pasukan jika dia bersamanya.

"Iya! Dimana mereka? Mereka semua temanku!" Pandangannya tertuju ke arah pria berambut pirang cerah yang datang dengan sekop di tangan kirinya.

Pria dengan wajah kecil dan tampan. Ekspresinya yang kesal terlihat jelas di wajahnya.

"Semua? Kalau begitu syukurlah, kami baru selesai menguburkannya. 122 orang dengan baju besi lengkap di ujung selatan hutan." Ia kemudian menunjuk ke arah selatan dengan sekopnya.

Pemandangan gundukan tanah berjejer terlihat sejauh pandangan mata memandang. Itu semua jumlah pasukannya? Semua yang terkubur disana?!

"Bohong. Kalian baru saja menghabisi mereka, kan? KALIAN MEMBUNUH MEREKA!!!" Suara Arthur memecah keheningan senja. Dan membuat pria-pria berambut pirang cerah itu menoleh padanya.

Mereka yang sibuk menggali dan menutup lubang tanah beralih memperhatikan dirinya.

Si pria dengan sekop di tangan kirinya itu mengerlingkan matanya. Menoleh ke arah gadis di sampingnya.

"Lalu untuk apa kami menguburkannya? Buang-buang waktu! Kalian para idiot juga, untuk apa bermain perang-perangan di hutan Sancaria ini? Mati, kan?"

Arthur mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. Rahangnya yang sebelumnya bergetar, kini mengeras dan wajahnya berubah memerah.

"KAMI BERPERANG MELAWAN KALIAN! PARA RAS SOMBONG!!! UNTUK MENGHENTIKAN KALIAN MENGHABISI NYAWA PENDUDUK SEKITAR SANCARIA!!! BAHKAN BERPERANG PUN MENUNJUKAN SEHELAI RAMBUT SAJA TIDAK! BENAR-BENAR MONSTER!!!"

My Empress | CIXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang