08 •• Perdebatan ••

27 10 9
                                    

2 Bulan kemudian...

~~~

Suara dentuman terdengar keras setelah pria bertubuh tinggi itu melepaskan pelatuk senapannya. Peluru yang ia lepaskan kini tertancap dengan sempurna di papan target yang terpasang pada pohon yang jauh di hadapannya.

"Tepat di tengah!!!" suara seorang emperian yang memastikan nilai di papan target terlihat meneriakkan hasil yang dilihatnya.

Tersenyum puas, Arthur menghela nafas lega. Ia kemudian meletakkan senapannya kembali ke tempat semula.

"Aku pikir, Arthur benar-benar berpotensi menggunakan senjata baru kita." Hunus menyangga kepalanya dengan tangan. Memperhatikan papan target yang berhasil di tembus Arthur.

Gadis berambut paling cerah di sampingnya tampak tersenyum. Melipat kedua tangannya didepan dada.

"Dari kelihatannya, dia jelas menyukai beladiri. Mungkin... Karena itu juga semangatnya timbul." Luna mengeluarkan selembar kertas dari dalam saku pakaiannya. Memberikan tanda khusus pada daftar nama yang tertera disana.

Pria berwajah kecil di sampingnya hanya melirik sekilas ke arahnya. Lalu beralih memandang pria bertubuh tinggi yang tengah tertawa puas bersama teman-teman regunya disana.

Wajahnya seolah-olah menunjukkan bahwa dirinya tak begitu senang.

***

Arthur mengulurkan tangannya. Meraih batu penumbuk obat-obatan yang baru saja selesai Luna gunakan. Aroma harum bercampur pahit menusuk indera penciumannya.

Pria itu kemudian melangkah ke arah tampungan air di sudut ruangan. Segera mencuci peralatan itu dengan jeruk nipis dan daun-daun khusus yang Luna siapkan.

"Kalau aku ingat lagi... Rasanya tak banyak gadis emperian yang mendatangimu, ya? Kebanyakan yang datang hanyalah perempuan yang sudah paruh baya atau bahkan anak-anak kecil yang minta diajari tentang obat." Arthur meletakkan batu yang sudah ia cuci ke atas meja. Mengelapnya dengan kain yang tersedia.

Ia kemudian menoleh. Memperhatikan Luna yang hanya terdiam di tempatnya.

"Kenapa?" ucapnya melanjutkan pertanyaannya.

Gadis itu tertawa kecil. Lalu melangkah mendekatinya dengan peralatan yang ia bawa.

"Kenapa, ya? Aku... Juga tidak begitu memahaminya. Ada banyak hal yang terjadi. Banyak hal juga yang di permasalahkan." gadis itu mengakhiri kalimatnya dengan senyuman. Lalu melangkah meninggalkan Arthur menuju ke lantai dua.

"Aku ingin tidur siang sebentar... Kalau ada yang minta obat, kau bisa melayaninya, kan? Kalau ada hal yang penting... Baru bangunkan aku, ya?" pesannya sebelum menghilang di balik tangga.

Arthur menghela nafas panjang. Tersenyum. Ia bisa mengerti karena gadis itu tidak tidur semalaman setelah ada sekelompok serigala yang tiba-tiba menyerang mereka. Beberapa prajurit mengalami beberapa masalah dengan tubuh mereka setelah itu.

Patah tulang, lalu beberapa juga berdarah karena koyakan serigala itu. Hebatnya luka mereka tak parah. Walau memang lukanya ada di berbagai tempat. Mereka menghadapi hewan liar, karena itulah harus segera ditangani. Namun karena kemungkinan mereka tak pernah terluka sejak lahir, pasukan bahkan sulit mendiskdripsikan apa yang mereka rasakan. Bahkan tak mengerti apa itu nyeri dan apa itu sakit. Beberapa juga terlihat takjub saat menyadari darahnya sendiri. Jika mereka tidak meringis sakit karena lukanya, atau bertanya dengan penasaran karena darahnya, Luna pasti kesulitan mencari keberadaan bagian tubuh yang harus ia obati.

Arthur juga mulai mengerti berbagai hal tentang emperian selama 2 bulan tinggal di sana. Seperti, mereka yang sangat menyukai rasa pedas dari merica dan cabai. Lalu, emperian juga menyukai masakan daging tumis yang matang sempurna. Mereka tidak memiliki makanan pokok seperti nasi atau gandum. Karena dua makanan itu hanyalah makanan untuk pasukan. Biasanya, mereka akan memakan daging atau sayuran langsung tanpa ada makanan pokoknya.

My Empress | CIXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang