26 •• Kembar ••

19 8 2
                                    

Kedua mata Benedict basah saat melihat tiga bayi yang sedang tertidur lelap di ranjangnya. Ia tak menyaksikan langsung kelahiran ketiganya karena proses bersalin yang berlangsung cepat. Ibunya bilang, hanya butuh waktu 15 menit bagi Luna melahirkan ketiganya begitu kontraksi berlangsung.

Semuanya berjalan sangat cepat.

Hingga setibanya dirinya di desa, ketiga bayi itu sudah terlelap dalam tidurnya.

"Bagaimana?" Suara Luna terdengar begitu lembut di telinganya.

Pria itu menoleh. Memperhatikan gadis yang sudah bisa berdiri tanpa bantuan di belakangnya. Gadis itu tersenyum. Melangkah mendekatinya.

"Siapa sangka mereka akan terlahir sesuai jumlah kesatria putih saat ini?" Luna mengulurkan tangannya. Membelai satu persatu putra putrinya yang terlelap. "Coba lihat? Ada yang memiliki tanda lahir di bawah matanya. Sepertinya dia penerus Hunus. Haha."

Benedict bisa mengerti jika Luna memiliki ketahanan tubuh yang bagus. Bahkan sangat-sangat bagus melebihi Emperian lainnya. Tapi, gadis itu baru saja melahirkan tiga bayi, bukan? Kenapa tampaknya sangat bertolak belakang dengan keadaan Luna saat ini?

"Kau..." Benedict menahan kedua bahu gadis itu dengan khawatir. "Kau yakin sudah tidak apa-apa???"

"Eung... Tubuhku baik. Bahkan masa nifasku juga sudah berlalu." Ia tersenyum menunjukkan giginya pada Benedict.

Jika dihitung dari kelahiran ketiga bayi itu, baru berlalu dua jam. Tapi Luna justru tak tampak sama sekali letih atau lesu sedikitpun. Justru segar bugar.

"Rasanya seperti meletakkan beban yang selama ini aku bawa..." Gadis itu mengulurkan tangannya. Membelai lembut pipi bayinya dengan telunjuk.

Kening pria itu berkerut.

"Kalau kau yang melahirkan... Kesannya jadi tidak terasa, ya?" Ia bergumam pelan.

"Eh?"

"Kau lebih terlihat seperti orang yang baru saja buang air besar setelah sekian lama dibandingkan dengan melahirkan." Pria itu memandang Luna dengan kedua matanya yang menyipit. Sementara gadis yang dipandanginya hanya tertawa.

Sejak tadi, sudah ramai orang-orang yang datang untuk sekedar memberi oleh-oleh pada Luna. Saat ini, mereka berada di luar kamarnya. Ibu Benedict yang sibuk kesana kemari untuk menjamu tamu yang datang bersama dibantu oleh beberapa wanita.

Pandangan Benedict sama sekali belum bisa lepas dari gadis di hadapannya. Bagaimanapun dia pikirkan, Luna memang seorang wanita yang baru saja melahirkan. Perlindungan untuknya masih harus tetap ada meskipun ia mengetahui bahwa Luna memiliki kekuatan yang cukup untuk melindungi diri.

Terlebih, gadis itu harus menjaga tiga orang bayi sekaligus. Dua bayi laki-laki, dan satu lagi bayi perempuan. Kekhawatiran mereka lenyap seketika setelah mengetahui ada lebih dari seorang kesatria yang lahir.

Benedict tetap harus mendampingi gadis itu apapun yang terjadi.

"Berjanjilah padaku..." Benedict mengulurkan jari kelingkingnya.

Menoleh. Luna memperhatikan sekilas tangan yang pria itu ulurkan padanya. Kemudian memandang pria itu.

"Kita rawat mereka bersama. Apapun yang terjadi." Ucap pria itu dengan wajahnya yang serius.

Menaikkan sebelah alisnya, Luna kemudian menaikkan bahu. "Kau berencana meninggalkanku?"

"Bukan begitu!!! Makanya aku bilang kita rawat bersama!" Wajah kalap Benedict terlihat setelah kalimat itu ia ucapkan.

Luna justru tertawa kecil mendengar jawaban pria yang tampak begitu bersemangat itu. Kemudian menautkan jari kelingkingnya.

"Iya..." Ucapnya yang diikuti dengan tawa.

My Empress | CIXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang