2nd Petal

1.1K 184 13
                                    

Play this song for better reading experience 👆

Dia kehilangan banyak darah!
Aku akan turun!
Kita kehilangan dia!

Suara-suara riuh dan simpang siur sementara aku meringkuk di kaki tempat tidur.

Darah menggenang di mana-mana, menodai lantai rumah yang indah.

Ayah, sosok ayah terbaring menyedihkan di lantai. Wajahnya sepucat mayat, sepasang matanya membelalak, untuk satu alasan aku merasa dia tengah menatapku, seolah-olah bertanya kenapa ini harus terjadi.

Dan ibu berada di sisi lain ruangan terkutuk ini.

Sama pucatnya. Sama-sama sudah menjadi mayat.

Mereka menderita luka tusukan yang mengerikan. Dihujamkan secara brutal oleh perampok gila kelaparan.

Aku memeluk lutut, sementara darah menodai pakaianku. Beberapa pria dari kepolisian, tim forensic dan wartawan menjejakkan kaki di mansionku yang selalu murni dan terjaga.

Aku tidak bisa merekam semua kekacauan ini, hanya ada kegelapan.

Suara-suara semakin samar saat aku makin tenggelam dalam keyakinan lemah bahwa semua ini hanya mimpi dan sebentar lagi mungkin aku akan terbangun.

Aku mencengkeram kepala kuat-kuat, menjambak rambutku. Dalam upaya lemah mengeluarkan ingatan mengerikan ini dari dalam otakku.

Dari kedalaman memoriku.

Aku merasa duniaku hancur berantakan.

Tiba-tiba seseorang menghampiriku dengan langkah menghentak, membidikkan kamera pada wajahku yang tersaput duka, tercoreng darah dan air mata.

Lampu blitz itu melahirkan tembakan cahaya menyilaukan. Seketika aku menutup wajah, memalingkannya, berteriak dengan benci pada pria itu.

Pergi!

Pergi!

~•~•~•~

Sean terjajar dua langkah, lantas duduk lemas di sofa. Wajahnya berubah sendu dan kelabu dalam sedetik. Dia menatap lantai, muram, mencari pengalihan.

“Sean,” panggil Crystal.

Sean terperanjat.

“Ya?” dia tergagap, seperti baru terbangun dari mimpi buruk.

“Kau bisa memikirkan banyak hal setelah melihat semuanya. Aku akan menunggumu di luar jika kau masih membutuhkan sesuatu.”

Sean mengangguk lemah,”Baiklah.”

Dia berkedip-kedip lambat, tidak melihat sosok Crystal yang keluar melewati ambang pintu.

Lima belas menit kemudian, Sean melangkah lambat-lambat menuju ruang utama. Cahaya matahari siang menerobos jendela dan jatuh di lantai keramik kecoklatan.

Crystal terlihat sedang bicara dengan seseorang di telepon, wanita itu menoleh saat mendengar langkah kaki Sean, dengan cepat dia mengakhiri percakapan dengan lawan bicaranya.

𝐋𝐚𝐯𝐞𝐧𝐝𝐞𝐫'𝐬 𝐁𝐥𝐮𝐞 (𝐘𝐢𝐳𝐡𝐚𝐧) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang