Gereja St. Stephen
Kesunyian menyambut saat Sean menjejakkan kaki di ruangan luas yang dipenuhi bangku-bangku kayu berbaris rapi.
Terbuat dari kayu rosewood terbaik, semua perlengkapan di dalam gereja seolah ingin menunjukkan kelasnya.
Cahaya matahari menembus melalui potongan kaca warna warni di salah satu ujung ruangan. Sean berdiri di sana tertegun untuk beberapa saat lalu mulai berjalan perlahan melintasi ruangan diantara bangku-bangku kayu.
Di depan altar Sean melihat seseorang berdiri membelakangi pintu. Sesosok pria tinggi mengenakan setelan hitam.
"Pendeta Kris?" Sean menyapa.
Pria itu membalikkan tubuh, dia seorang pria berusia sekitar lima puluh tahun, menatap Sean penuh selidik. Meski begitu tidak ada kesan mencurigai di matanya, nampak dia hanya berusaha mengenali seseorang dan semenit kemudian memutuskan bahwa ia tidak mengenali Sean.
"Selamat sore.."
Pendeta Kris menuruni tiga anak tangga untuk menjauh dari altar dan menghampiri Sean.
"Apa kau pendatang baru itu?" Pendeta Kris bertanya tegas namun sopan.
"Bagaimana kau tahu?"
"Aku mendengar orang luar membeli rumah musim panas milik Ms. Cynthia. Baru kali ini aku melihatmu. Selamat datang di Seefeld, anak muda."
Sean mengangguk dan tersenyum.
"Panggil aku Sean."Pendeta Kris menunjuk satu bangku.
"Bisa kita duduk? Kakiku agak sakit."
Masih mengembangkan senyum, Sean mendekat ke satu bangku dan duduk, pendeta Kris mengambil tempat tidak jauh darinya. Mereka saling berhadapan.
"Biar kutebak. Kau berada di sini untuk menyelamatkan jiwamu dari kutukan?"
Pendeta Kris memulai pembicaraan."Tidak. Sebenarnya aku bertanya-tanya apa yang terjadi dengan rumahku," Sean menjaga kalimat dan suaranya tetap santun.
"Apa kau pikir rumahmu berhantu?"
Sean menatap bimbang.
"Aku telah mencoba menemui Ms. Cynthia sebelumnya. Dia bilang sesuatu yang aneh tentang partnernya."
"Oh. Arthur."
"Arthur?" Sean menggumam.
"Ya. Dia pemilik asli rumah itu. Aku masih ingat saat dia bertemu gadis yatim piatu bernama Cynthia. Dia mencurahkan waktu, energi dan juga uang untuknya. Orang-orang mengira dia berlebihan dan tidak wajar. Tetapi Arthur tidak peduli."
Pendeta Kris tersenyum penuh nostalgia.
"Tetapi di mataku, dia penyelamat. Dia merawat Cynthia, menganggapnya sebagai adik sendiri. Tak lama setelah itu gosip pun dimulai. Kau tahu orang-orang, mereka senang membicarakan urusan orang lain. Dalam waktu singkat tidak ada yang berminat berurusan dengan salah satu dari mereka, tambahan pula rumah itu cukup jauh menyendiri."
"Maksudmu orang-orang mengira mereka terlibat pergaulan bebas? Kupikir banyak yang menjalani hubungan seperti itu di kota-kota besar."
Pendeta Kris menggangguk, memandangi satu bangku dengan tatapan kosong.
"Ada yang bilang begitu."
"Jadi itu awal masalahnya?"
"Kadang orang-orang tidak tahu sejauh mana akibat dari ucapan buruknya mempengaruhi orang lain. Kukira Arthur mau pun Cynthia agak tertekan. Sampai suatu hari Arthur menghilang."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐋𝐚𝐯𝐞𝐧𝐝𝐞𝐫'𝐬 𝐁𝐥𝐮𝐞 (𝐘𝐢𝐳𝐡𝐚𝐧)
FanfictionDemi menciptakan satu simfoni yang indah, seorang pianis bernama Sean memutuskan menyepi di sebuah rumah musim panas di kota kecil Seefeld yang dibelinya setahun lalu. Dikawal keheningan dan suasana damai padang lavender, Sean menemukan satu simfon...