5th Petal

840 144 4
                                    

🌺 Happy Reading  🌺

Ramah dan penuh senyuman, ekspresi wajah Yibo sebelum ini nampaknya hanya ilusi.

Sean berpikir sementara dia duduk tenang di kursi penumpang.

Sore ini tepat pukul lima, rencana belanjanya bersama Yibo benar-benar terlaksana. Dia meminta pemuda itu untuk mengemudi karena ia ingin menikmati pemandangan dan menyerap banyak ingatan tentang belokan, jalan, dan fasilitas umum.

Pemuda di sampingnya kini dingin. Mata gelapnya menatap lurus ke depan, bibir terkatup dalam, keseluruhan wajah sinis, serius, jauh, dan tak tersentuh.

Mengapa aku merasa pemuda ini berubah-ubah?
Aku yakin dia bukan seorang pekerja tukang yang terpaksa ramah dan patuh pada sang majikan demi upah sekian euro.

Pemuda ini benar-benar

misterius.

Ya—kata itu sangat cocok untuknya.
Mata Yibo menatap acuh tak acuh, mengabaikan lirikan Sean beberapa kali.

Sean mencoba memaklumi, mungkin Yibo lelah. Mungkin kesan pertama yang ramah dan hangat itu memang tidak perlu dia simpan berlama-lama dalam hatinya.

“Yibo ...” Sean mengusik kebisuan di antara mereka.

Pemuda itu mengalihkan perhatiannya dari jalan di depan, menoleh pada Sean.

“Ya?” Seulas senyum akrab menghias wajahnya.

Kesan dingin itu seketika mencair.

“Kau baik-baik saja?”

“Tak pernah sebaik ini.” Yibo melihat jalan.

“Ada yang salah?” lanjutnya.

Sean terkekeh gugup.

“Tidak, aku hanya merasa kau sedang bosan.”

Yibo mengumandangkan tawa ringan, dia mengulurkan tangan menyalakan audio mobil. Alunan instrumental piano yang sendu mengalir, mengikis keheningan di dalam mobil.

“Tidakkah kau lihat aku sangat gembira?” Yibo menoleh, tersenyum lebar seperti badut.

Sean mengalihkan tatapan ke luar jendela, mengulum senyumnya diam-diam.

“Konyol …” gumamnya.

Wang Yibo memarkir BMW mengkilat itu di depan supermarket Delhaiz Mart. Bangunan supermarket itu nampak megah dan luas, terdiri dari dua lantai. Ada jajaran coffeshop dan restoran cepat saji di bagian dasar yang menghadap ke arah jalan dan satu patisserie.

“Aku bukan ahli belanja yang baik, kemungkinan memilih barang yang kurang tepat sangat besar. Bahkan mungkin aku keliru membeli.”

Sean berkata sambil membuka pintu dan keluar dari mobil.

Sepasang matanya berkerlip oleh semangat menyaksikan betapa indahnya bangunan dan desain supermarket itu.

Sebagian lahan parkir bahkan disulap menjadi taman dilengkapi pohon-pohon bunga berukuran kecil.

“Kota kecil ini benar-benar indah, bahkan fasilitas umumnya pun sangat memukau.”

Yibo tersenyum singkat, dia menggerakkan dagunya ke salah satu coffeshop di satu sisi taman.

“Bagaimana jika kita minum secangkir kopi di sana?” bisiknya di telinga Sean.

Sean tertawa, sedikit gugup, tetapi bersemangat.

“Kita selesaikan dulu belanjanya.”

Pemuda berkacamata itu berjalan melintasi pelataran parkir yang luas, menuju pintu masuk supermarket.

𝐋𝐚𝐯𝐞𝐧𝐝𝐞𝐫'𝐬 𝐁𝐥𝐮𝐞 (𝐘𝐢𝐳𝐡𝐚𝐧) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang