Ini makan malam pertama mereka. Tidak terlalu buruk walau pun tidak sesempurna bayangan masing-masing. Bukan di restoran mewah dengan candle light dinner, melainkan menyatu dalam kedamaian rumah, di mana hanya ada mereka berdua dan tak ada yang mengganggu.Keduanya makan dalam hening, masakannya sangat lezat, dan menyantap makanan lezat sambil menatap wajah seseorang, rasanya sedikit berbeda.
"Kau akan bermalam lagi di sini bukan?" usik Sean, di ujung acara makan mereka.
Yibo meraih tissu, menyeka mulutnya perlahan.
"Sepertinya tidak malam ini.""Kenapa?"
Yibo tidak langsung menjawab, dia meneguk air putih, mengetuk-ngetukkan jarinya di tepian gelas.
"Rumah ini mungkin tidak nyaman bagimu, meski indah, tapi sudah lama kosong," Sean mulai bicara lagi karena tidak mendengar tanggapan apapun dari Yibo.
"Bukan begitu. Aku memiliki sesuatu yang mendesak yang harus dikerjakan," Yibo menjelaskan hati-hati.
"Bukan karena kau takut berada di sini pada malam hari?"
"Maksudmu?"
Sean menatap kosong pada permukaan meja, dan berbisik getir.
"Hantu..."
Astaga...
Yibo meremas jemarinya, melemparkan lirikan penuh tanda tanya.
"Kau masih percaya akan adanya hantu di rumah ini?"
"Aku -- aku hanya takut dia akan muncul lagi.."
Yibo menghela nafas panjang. Dia mendorong piring ke tengah meja, menatap Sean lebih serius.
"Ketakutanmu yang membuatmu berhalusinasi.." bisik Yibo.
Sean menggeleng. Sorot matanya nampak tegas.
"Kau tidak percaya hantu?" suaranya mendesis sekarang, membuat Yibo merinding.
"Seseorang terkondisi untuk tidak percaya pada satu entitas yang tak terlihat," Yibo berkata diplomatis.
"Baiklah. Lupakan saja.." Sean bangkit dari kursinya, mengabaikan sisa-sisa makan malam.
"Bagaimana dengan ini?" Yibo menunjuk piring dan gelas kotor.
"Biarkan di situ. Aku akan merapikannya nanti. Sekarang, aku ingin bermain musik lagi."
"Oke! Tapi aku minta satu penampilan spesial darimu malam ini."
Sean berjalan melintasi ruangan, menuju pianonya.
"Kau ingin lagu yang lain?" Sean mendongak pada Yibo yang berjalan mendekat.
"Ya," pemuda itu kembali ke sikap awal saat dia datang, bersandar pada badan piano, melipat kedua lengan di depan dada.
"Katakan. Aku bisa menguasai semua jenis musik," Sean tersenyum bangga.
"Itu tidak diragukan lagi. Aku ingin mendengar kau memainkan," Yibo berpura-pura memikirkan sesuatu, kemudian berkata lambat-lambat dengan sorot mata tertuju pada ekspresi Sean, seolah ingin mempelajari setiap detailnya.
"Lavender's Blue..."
Senyum di wajah Sean memudar seketika. Ada guratan terkejut sekaligus panik, yang berganti dalam sekejap menjadi rona ketakutan. Pemuda berkacamata itu menggeleng lemah.
"Jangan -- " suaranya tercekat.
"Jangan lagu itu..." Dia mengangkat jemari dari atas piano. Meremas rambut di bagian samping kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐋𝐚𝐯𝐞𝐧𝐝𝐞𝐫'𝐬 𝐁𝐥𝐮𝐞 (𝐘𝐢𝐳𝐡𝐚𝐧)
FanfictionDemi menciptakan satu simfoni yang indah, seorang pianis bernama Sean memutuskan menyepi di sebuah rumah musim panas di kota kecil Seefeld yang dibelinya setahun lalu. Dikawal keheningan dan suasana damai padang lavender, Sean menemukan satu simfon...