⏲️|32.| Pohon Trauma ⏲️

625 127 118
                                    

🎼 Semoga ya - Nosstress🎼

___⏲️⏲️⏲️___
__⏲️⏲️__
_⏲️_
_

"Andai kata tak ada yang bisa menenangkan badai dukamu, andai kata tak ada yang mengerti bagaimana cara mengusap air matamu dengan benar. Pulanglah, daksaku siap hapus pohon traumamu."

⏲️°°°⏲️

"Bagaimana kondisi adik saya Dok?" Alkana masih risau duduk dihadapan sang Dokter.

"Ada letupan listrik berlebihan di otak pasien sehingga terjadi kejang. Letupan itu terjadi karena ada kelainan pada sekat otak," ujar dokter spesialis saraf.

"Apa Alkena rutin meminum obat? Karena riwayat konsultasi pasien sudah sangat lama. Apa ada masalah?" tebaknya tak meleset.

Alkana diam seribu bahasa apa yang terjadi pada Alkena hari ini tak luput karena kelalaiannya dalam menjaga. Jika Ayahnya tau penyakit Alkena kumat bisa-bisa habis dia.

"Satu lagi, saya mengingatkan kalau pasien tidak boleh kecapekan. Ini menjadi peringatan kalau penyakit di sepelekan bisa berimbas besar," tuturnya.

Duduk Alkana semakin tak nyaman. Fakta jika penyakit Alkena bisa berujung kehilangan nyawa. Dia sadar terlalu menuntut keras Alkena siang dan malam untuk belajar.

Ia mencoba mengatur napas. "Apa ada terobos baru agar epilepsi adik saya sembuh secepatnya?"

"Sepertinya kita harus segera melaksanakan pendeteksian menggunakan alat EEG, guna memastikan sumber epilepsinya."

Alkana hanya bisa mengangguk pasrah lebih cepat lebih baik. Langkah lesunya tak bisa ditutupi, Helena dan Alkuna masih setia menunggu Alkana keluar dari ruang dokter

"Alkena gak papa kan? Kondisi udah stabil sekarang. Dokter bilang apa?" desak Helena ketika melihat Alkana.

"Dokter bilang akan cek lewat EEG habis itu akan di lakukan operasi untuk mengangkat saraf otak yang mengalami kerusakan." Alkana lemas di di tempat.

Helena hanya bisa menutup mulutnya sendiri. Ironis sekali hidup Alkena. Helena tahu betul luka, trauma dan penyakitnya.

Luka dari Alterio serta perbuatan keji Alkuna. Trauma jika berhubungan dengan rumah sakit sampai gawatnya penyakit epilepsi. Helena paham betul. Sangat paham.

Berbeda dengan Alkuna yang masih bersandar pada tembok. Tangannya melipat dengan santai, senyum kebahagiaan tak bisa ia sembunyikan.

"Tuhan baru baik sama gue. Tanpa susah payah nyawa Alkena di ujung tanduk. Moga cepat balik ke pangkuan ilahi." hati Alkuna bersorak sorai kegirangan.

"Astaga Kak Kana serius? Terus jadwal operasi Kak Kena kapan? Una bener-bener gak nyangka epilepsi Kak Kena kambuh." tiba-tiba Alkuna ikut terbawa suasana membuat Helena muak melihatnya.

"Drama lagi." cibirnya pelan.

"Maksudnya drama? Gak mungkin dong orang sakit drama. Mbak Helena jangan asal nuduh." Alkuna seolah-olah tidak paham dengan sindiran halusnya.

"Cih, masih kecil udah pinter drama. Namanya juga Ayam Kalkun." serang Helena tak mau kalah.

"Mbak Helena kok nyindir saya?"

"Hah? Saya bilang Ayam Kalkun bukan Alkuna, kenapa situ yang ke sindir emang situ ayam?" serangan Helena bertubi-tubi membuat Alkuna kalah talak.

Baru saja dia ingin angkat bicara Kakaknya Alkana dan Helena sudah pergi meninggalkan Alkuna seorang diri.

Rustic Jam [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang