Bragar! Desa Cikari Dalam Bahaya

24 5 43
                                    

●Vio side●

Setelah bermalam di kota Salras, satu hari kami manfaatkan untuk benar-benar beristirahat. Karena kata paman Algis, jarak dari kota Salras menuju desa Cikari akan memakan waktu 2 Minggu dan tak ada desa lain yang bisa kami singgahi. Kita akan berhadapan dengan panas selama perjalanan menuju desa Cikari.

Setelah seharian beristirahat dan hanya melakukan kegiatan sederhana seperti berkeliling, berbelanja, mengisi bekal perjalanan dan hal ringan lainnya, kami siap untuk berangkat. Esoknya, kami pun langsung pergi dari kota Salras. Kami tak ingin terlalu menarik perhatian wali kota di sana mengenai pertempuran ku dengan iblis bernama Vosa.

Kami pun berangkat menyusuri gurun yang panas ini lagi. Kali ini Kai bersama dengan paman Algis yang mengendarai kereta kuda. Sedangkan kereta kuda satunya di kendarai oleh aku dan Misha. Misha berkata dia bosan jika hanya harus duduk di belakang.

"Kau kenapa Vi? Kau terlihat murung." tanya Misha yang melihat ekspresi murungku.

"Oh, tak apa. Aku ... hmmm." Aku tak menyelesaikan kalimatku.

"Ada yang mengganggu pikiranmu dan aku tau jelas itu. Ayolah cerita padaku! Kapan kau akan bisa terbuka dengan hal-hal yang membebani pikiranmu? Setidaknya biarkan aku membantumu. Kau selalu saja seperti ini." Omel Misha. Aku memang payah. Aku tak berani mengatakan apapun yang membebani pikiranku pada Misha. Padahal kami sahabat sejak kecil.

"Aku hanya ... sedikit terfikir oleh ramalan yang di katakan Lasya." Ucapku berusaha terus terang.

"Ramalan yang mana?"

"Tentang kebangkitan iblis itu. Apa kau berfikir kalo yang di maksud Lasya adalah tuan besar para iblis yang sering kita dengar dari iblis-iblis yang kita temui?"

"Hmm iya ada kemungkinan itu."

"Apa iya aku bisa mengalahkan iblis itu?"

"Bukan kau, tapi kita. Kita bersama-sama dalam hal ini. Jangan berfikir kau harus menanggung semua takdir itu sendirian, mengerti?"

"Kau memang selalu bisa membuatku merasa lebih baik, Sha."

"Itulah gunanya adik cantik sepertiku."

"Apa maksudnya adik cantik?"

"Ya aku ini, coba pandang wajah manisku ini." Ucap Misha sambil tersenyum sok manis ke arahku.

"Senyummu mengerikan Sha."

"Jahat!" timpalnya sambil memanyunkan bibirnya.

Setelah itu aku tertawa terbahak menertawakan Misha yang mendengus kesal. Perjalanan berjalan begitu lancar. Saat matahari terbenam, kami mendirikan tenda untuk beristirahat. Saat matahari sudah naik, kami melanjutkan perjalanan selama seminggu perjalanan.

Di hari ke 12, terjadi badai pasir yang cukup dahsyat. Kami terpaksa belok dari jalur dan mencari batu besar untuk berlindung. Badai pasir terjadi cukup lama. Kereta kuda kami tenggelam setengah roda ke dalam pasir. Setelah badai berlalu, kami memastikan tak ada yang hilang dan tak ada yang rusak.

Setelah semua sudah di periksa, kami segera melanjutkan perjalanan kami. Jalanan bekas badai sangat sulit dilewati. Paman Algis mengarahkan kami supaya kembali ke jalur yang benar. Kalau kami sampai tersesat di gurun, tentu itu tak lucu.

Setelah 3 hari perjalanan, akhirnya sebuah desa terlihat. Kami sedikit mempercepat jalan kuda kami dan akhirnya sampai di desa. Tapi ada sesuatu yang aneh. Desa ini sangat sepi.

"Kemana semua orang?" tanya paman Algis entah pada siapa.

"Paman, desa ini ... " ucapku yang tak selesai.

Sang Penyihir 2 : Lahir KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang