Papa

7.2K 1K 205
                                    

Hari berganti bulan.

Minghao pasrah, merasa percuma mengharapkan kecerdasan Junhui untuk menyadari perubahan kehidupan mereka.

Tak ada kecurigaan sama sekali ketika dirinya membangunkan paksa sang suami pukul 4 pagi hanya demi satu buah mangga yang padahal bisa ia dapatkan sendiri.

Tak ada kepekaan sama sekali ketika berbagai paket isi peralatan bayi datang ke rumah tiap hari.

Dan tak ada pertanyaan sama sekali ketika penampilan sang istri berubah drastis seakan mencoba bersembunyi.

Seperti sekarang. Hao sedang memutar tubuh, bercermin dengan hoodie kebesaran terpasang.

Senyum puas kala merasa pakaiannya sudah oke untuk diajak keluar. Jalan berdua menikmati hari libur sekalian ke rumah sakit.

Iya, ini adalah kode ke sekian ratusnya Hao. Semoga saja berhasil.

"Sudah?"

"Ne."

"Kau yakin begitu? Tidak kepanasan?"

"Junie nanti payungi Hao ya, pas turun dari mobil. Hehe."

"Kau bukan Cinderella, sayang."

"Oh. Jadi kau mau punya istri yang kulitnya direbus matahari?"

"Kita pergi nanti malam saja, gimana?"

"......"

".........."

"Minggir.
Aku bisa sendiri.
Aku tidak perlu suami."

"iya Iya IYA MAAF SAYANG!"

Lihat, bagaimana mood Minghao berubah drastis? Begini. Tiap detik. Tapi Junhui. Tak juga. Mengerti!

Kadang namja manis yang kini merajuk di kursi penumpang, sempat menyesali dirinya yang dulu. Kenapa bisa jatuh hati pada orang tua macam Junhui.

Tapi tidak lama kok menyesalnya.

Karena setelah beberapa kejadian, selalu ada momen manis dari tuan Wen.

"Apa?"

"Biar tidak kepanasan. Katanya tidak mau jadi rebusan matahari?"

"Payung saja tidak cukup?"

"Sebelah sini kena sinar. Nanti wajah kamu belang."

"Kalau begitu Junie yang di sisi sini dong! Junie kan tinggi, jadi penghalang biar Hao-"

"Kamu tidak masalah kalau aku yang belang?"

"Hehe."

"Aish. Untung sayang."

Yang lebih kecil hanya tertawa renyah menanggapi pasangannya yang tadi sempat memasangkan kupluk ke kepala dan menurut untuk pindah posisi.

Walau tangannya sibuk menggenggam payung, namun Jun tak lupa untuk mengaitkan jari-jari tangan satunya ke telapak sang istri. Berjalan sampai masuk ke rumah sakit dan menemani di ruang tunggu.

Memang dasarnya tak peduli sekitar, Jun belum juga menyadari bagaimana bayi di samping, orang hamil, dan tulisan besar menandakan ruang bidan adalah objek sekeliling tempatnya duduk menunggu.

"Aku harap kau baik-baik saja."

Bisik si dominan, tanpa melepaskan pandangan dari handphone di tangan.

"Hm? Memangnya aku kenapa?"

"..aku tau.
Kamu sakit perut dari lama.
Aku kira cuma karena salah makan seperti biasa, tapi.. sudah berbulan-bulan, dan aku tidak menanyakan kabarmu lebih jauh."

✓Black and White [JunHao MxM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang