Dream

6.3K 1.1K 88
                                    

He wished it was all just a dream.

Karena bagi Junhui, semuanya terlalu jahat kalau jadi nyata.

Baru kemarin ia merasakan bagaimana hangat di dada ketika membayangkan anak kandungnya menyebut dirinya sendiri sebagai seorang 'papa'.

Baru kemarin ia menghias satu ruangan penuh dengan keperluan calon anak.

Baru kemarin..

..ia memimpikan bagaimana ramainya rumah kelak di pagi hari nan indah.

Kuasa Tuhan sangat tidak bisa dipercaya karena mengobrak-abrik takdir terlihat semudah membalikkan telapak tangan.

Sedih, tentu.

Bahkan Wonwoo tak bisa menyembunyikan isak tangisnya kala berpapasan dengan Junhui yang memblokir jalannya perawat saat membawa seonggok mayat.

"Aku mau lihat.
Aku mau lihat anakku, ku mohon."

"Tapi tuan-"

"Sebentar saja."

Tegar suaranya tak sebanding dengan rapuh hati Junhui.

Tak ada yang menyadari senyum kecil terpatri di wajah sang ayah, kala manusia berlapis kain di tangan perawat menjadi objek yang sejak dulu ia tunggu kelahirannya.

Merah. Sudah berbentuk bayi, walau terlalu kecil. Namun belum sepenuhnya terbaca mirip siapa dia.

"Maaf, baby.
Papa minta maaf.."

Hey. Kemana seorang Wen Junhui yang angkuh, over proud, dan selalu menekankan diri bahwa ia adalah dominan?

Semuanya lenyap ketika anak menjadi kelemahan sang calon ayah.

Ya. Ayah yang tidak becus menjaga. Suami yang tidak pernah perhatian. Dan dominan yang tidak berguna bagi keluarga.

Begitu, isi kepala Junhui saat ini.

Penyesalan selalu datang di akhir.
Pemikiran tentang, 'bagaimana kalau-', 'andai saja kalau-', 'mungkin kalau-' terbang membangun dinding ketakutan.

Benar.
Junhui takut menghadapi Minghao.

Tapi ia harus, kan?

"Jun.."

"......"

"Masuk.
Kalau kau merasa hancur, Hao lebih hancur dari mu sekarang."

"..aku tau."

"Kalian butuh satu sama lain.
Kita tidak akan membantumu. Percaya padaku."

Sahabat macam apa kau, Kim?

Kenapa membicarakan kebenaran nan pahit di situasi begini?

Tapi memang tidak salah. Mau sampai kapan Jun hanya berdiri di pintu bangsal, kan?

Ia harus ke sana.

Duduk di samping ranjang Minghao yang entah sejak kapan sudah siuman, namun hanya menatap lurus ke atas menghadap penerang ruangan.

Tidak ada yang mau buka pembicaraan. Lima menit, hingga akhirnya bibir si manis terbuka sedikit.

"Kenapa..

..kau tidak membiarkanku mati juga?"

"........."

"Kau tau, Jun?
Rasanya sepi.
Sepi sekali setelah ia pergi."

"Hao.."

"Harusnya biarkan dia disini..
Supaya membawaku bersama nanti..

Bagaimana kalau di sana juga sepi?
Dia sendiri.
Dia masih kecil, Jun."

✓Black and White [JunHao MxM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang