Different

8.6K 1.3K 136
                                    

"Papa bilang apa soal peraturan dapur?"

"Kan.. buru-buru.."

"Terus kalau buru-buru, boleh melupakan towel dan menggenggam panci panas dengan tangan kosong, begitu?!"

Minghao tau kalau kekasihnya itu orang yang kaku. Selalu serius membawakan apapun yang berkaitan dengan pekerjaan utamanya. Tapi yang benar saja.. memarahi anak kecil di depan umum?

Baru kali ini Hao benci suara Junhui.

"Nuna, ayo kita ke uks-"

"Tidak usah.
Biarin. Rasakan sendiri sampai pulang nanti. Siapa suruh lalai."

Tidak cukup kah suasana hening di sekitar mereka menjadi pertimbangan Junhui untuk sadar tempat?

Memang orang yang dimarahi hanya diam. Merunduk takut sambil menggenggam tangan sakitnya. Menyembunyikan wajah merah yang entah pertanda malu atau menahan tangis.

"Kalau sampai papi kamu tau kebodohanmu hari ini, aku tidak akan peduli."

Sayang sekali ucapannya terinterupsi tubuh Minghao. Lancang menyelipkan diri di antara keduanya untuk memeluk putri Kim kemudian di angkat ke dalam gendongan.

Pergi tanpa pamit, menginisiasi bahwa sebenarnya Junhui lah yang sedang tidak dipedulikan oleh orang tersayangnya.

Peka? Tentu.

Karena sampai pulang pun, Minghao terus menghindar. Tak merespon ucapan si dominan dan sepanjang jalan memilih duduk di kursi penumpang paling belakang bersama si kecil.

"Dia tidur?"

"...."

"Kau tidur?"

"Hm."

"Marah?"

"Hm."

"Karena sikapku tadi di sekolah Lexa?"

"Hm."

"Hh.. kau tidak mengerti.
Anak kecil itu harus dimarahi supaya tidak melakukan kesalahan lagi-"

"Lalu kalau orang dewasa salah, harus apa? Pelan-pelan dinasihati?"

"Huh? Apasih-"

"Kau tidak bisa bedakan mana anak kecil mana orang dewasa.
Aku benci."

"Oh.
Kalau begitu mau putus?"

"Putus??
Dimana korelasinya, Wen Junhui?!
Aku sedang membicarakan sikapmu pada anak kecil disini! Kau tidak bisa menerima kritik, huh?!"

"Ya begini sikap asliku. Kau tidak terima, cukup pergi. Tak perlu repot-repot mengkritik."

"Tuan Wen.
Tolong.
Tolong bedakan saat kau menjadi dominan, dan saat kau jadi ayah. Bisa?"

"......"

Diam.

Ini pertama kalinya Junhui kalah telak dalam debat padahal dirinya terkenal sebagai seorang yang keras kepala.

Lampu merah memberikan waktu untuknya sejenak mendelik ke belakang. Sekedar menatap bagaimana Minghao memangku kepala Lexa yang tertidur pulas seraya menangkup telinganya agar tidak mendengar cekcok para orang dewasa.

Bahasa tubuh yang kecil, namun langsung memberikan dampak yang besar bagi isi kepala Wen Junhui. Makanya pria itu termenung cukup lama sampai sebuah klakson menyadarkan inderanya untuk melihat lampu hijau di depan.

"Terus terang.. aku bangga padamu, Jun hyung."

"Satu jam yang lalu, kau ingin menikahiku. Tapi satu menit yang lalu, kau ingin meninggalkanku."

✓Black and White [JunHao MxM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang