16| Tulus

21.7K 4K 3.3K
                                    

Spam komentar nya jangan lupa ya. Tekan bintangnya juga...

~happy reading~

"Bos Sangga, lo gak papa?" Gavin menyeruak dengan cepat menghampiri Sangga. Cowok itu membantu Sangga untuk bangun. "Bibir lo pecah. Rigel udah keterlaluan." Gavin menggeram emosi.

Sangga menggeleng, menepuk bahu Gavin dengan tatapan sayunya mengisyaratkan ingin segera pergi dari tempat ini.

Anak Toxic berbondong-bondong mengerumuni Sangga. Setelah tersangka si pemukul Sangga telah pergi dengan tampang raut tanpa berdosa.

"Udah gue duga Rigel beneran gak bisa dipercaya. Bisa-bisanya dia mukulin Sangga seanarkis itu," ujar Restu.

"Tau apa lo soal Rigel!" Joshep menyahut keras mendorong bahu Restu.

Restu mengepalkan tangannya kuat. Tak terima, ia pun membalas mendorong Joshep. "Santai anjing. Lo sadar gak siapa yang lo bela? Pengkhianat Toxic!" sentak Restu memberang.

"Gue heran sama lo, Jo. Tadi malam lo paling semangat mojokin Aurora, bilang Aurora lebih berpihak ke Rigel. Tapi kenapa sekarang lo yang seperti berusaha keras melindungi nama Rigel supaya gak buruk di mata anak Toxic?" Ramond melipat tangan di depan dada.

Skakmat! Joshep terdiam mematung. Mulutnya seolah sudah terkunci rapat. Perkataan Ramond berhasil membuat kinerja otak Joshep seketika menjadi terhambat. Apa yang harus Joshep akui? Apa Joshep harus mengatakan ia bersikeras membela Rigel karena Rigel adalah orang yang dicintainya saat ini.

Tidak, itu hanya akan menambah masalah baru. Joshep tidak ingin anak Toxic memandangnya rendah. Yang tahu dirinya seorang biseksual hanya Aurora, orang tua Aurora, Gada, dan orang tuanya.

Joshep harus bisa bersabar. Setidaknya permainan yang tengah ia jalankan saat ini harus berjalan mulus. Titik target utama Joshep adalah Aurora. Mengadu domba anak Toxic dengan Aurora, mengeluarkan Aurora dari Toxic, kemudian menjauhkan Aurora kembali dengan Rigel.

"Lo yang manas-manasin suasana di gc tadi malam. Lo juga yang sekarang seolah-olah jadi pahlawan kesiangan pake acara belain Rigel. Lo waras?" Lodi berdecih sinis.

"Jaga mulut lo," tuding Joshep tak terima.

Lodi mengerutkan dahi, kemudian terkekeh seraya menyingkirkan jari Joshep dari hadapan mukanya. "Santai bos santai. Jangan mentang-mentang lo udah senior gue jadi takut. Ingat kita masih berada dalam satu geng yang sama. Sikap lo bahkan gak nunjukin kalau lo punya jiwa solidaritas. Lo berpihak ke Arania, tapi lo gak respect sama Aurora. Gue makin heran sama lo, apa lo punya dendam pribadi sama Aurora. Gue muak liat kelakuan lo di gc tadi malam," papar Lodi menggebu-gebu.

Suasana semakin panas. Lodi dan Joshep saling melempar tatapan tajam. Anak Toxic yang lain berusaha melerai.

Danish maju menarik Lodi untuk mundur. Danish menepuk-nepuk punggung Lodi mengingatkan Lodi untuk menahan emosi.

Lodi sedikit merasa tenang. Ia menepis pelan tangan Danish. "Gue balik bang," ujar Lodi berlalu pergi.

"Lodi! Gak ada yang nyuruh lo pulang, berhenti!" teriak Danish.

"Gak mood gue bang. Aroma kejahatan nyengat banget kecium di hidung gue," balas Lodi tanpa menoleh ke belakang. Ia terus berjalan menuju motornya mengabaikan seruan anak Toxic yang sejak tadi memintanya untuk kembali.

Sangga memejamkan matanya pelan. Ia bersandar lemah pada pundak Gavin. Mendengar perdebatan teman-temannya hanya membuat kepala Sangga terasa semakin sakit. Pukulan yang ia dapatkan dari Rigel bukanlah main-main.

SanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang