21| Perkara Gelang hitam

6.3K 1.4K 620
                                    

Random question:

1. Jam berapa kamu dapat notif Sangga?

2. Kangen nggak sama cerita Sangga?

3. Satu kata untuk Sangga?

~Happy reading~

"Bisa berhenti natap gue kayak gitu?"

"Nggak bisa."

"Kenapa."

"Kamu ganteng."

"Tau."

"Ciptaan Allah sempurna kayak kamu sayang kalau disia-siain."

Sangga membuang nafas lemah. Sudah cukup, dia tidak bisa menahan lama lagi. Akibat kalah tantangan dari Arania ia terpaksa mengantar Arania pulang.

Sudah lebih dari 20 menit Arania masih bertahan di atas jok motor Sangga. Bahkan gadis ceroboh itu seakan tak mau melepaskan pelukannya pada pinggang Sangga.

"Gue capek, harus istirahat. Ini udah sampe rumah lo, kan? Bisa turun sekarang?"

Arania menggeleng, semakin mengeratkan pelukannya. "5 menit lagi."

"Nggak ada 5 menit." Sangga menarik Arania paksa, menurunkan gadis itu dari motornya.

Arania menggerutu, bibirnya mencebik memasang raut kesal. Menolehkan kepalanya ke belakang, suasana rumahnya terlihat sepi. Mungkin saja semua orang sudah tidur, apalagi jam sudah menunjukkan lebih dari 22.00.

"Gue pulang dulu."

"Sebentar." Arania memegang lengan Sangga. Namun Sangga segera menepisnya.

"Hari ini lo udah terlalu banyak menyentuh gue," ujarnya dengan nada tajam.

Arania menggaruk tengkuk lehernya. Sedikit merasa terancam dan takut, Arania tetap berusaha biasa saja. Arania membuka tas nya dan mengambil sesuatu, sebuah gelang hitam ia pamerkan pada Sangga.

"Aku punya ini. Kamu pake, ya?"

Sangga mengamati gelang hitam di tangan Arania lamat-lamat. Maksud Arania memberikan gelang itu sebagai bentuk apa? Sangga bukan tipekal orang yang gampang menerima pemberian dari seseorang. Terlebih lagi orang yang Sangga anggap asing.

"Ayo ambil," ujar Arania masih mempertahankan senyum lebarnya.

Menimbang sesaat, Sangga merampas gelang itu cepat kemudian menyimpannya di dalam saku jaketnya.

Senyum penuh kemenangan semakin tercetak jelas di wajah Arania. Gadis itu mengepalkan tangan dengan sedikit melompat akibat terlalu senang.

"Udah, kan? Kalau udah gue pulang," tutur Sangga sambil menyalakan mesin motornya.

"Iya, hati-hati."

Sangga melirik Arania sekilas. Kemudian membawa motornya meninggalkan kediaman Arania.

"Sangga! Jangan lupa gelangnya besok dipakai!" teriak Arania.

Arania tersenyum lebar, namun sedetik kemudian merubah ekspresinya menjadi datar.

"Selamat," gumamnya.

***

"Sangga."

"Sangga, bangun sayang."

Mata Sangga mengerjap ketika merasakan usapan halus di kepalanya. Ia melenguh pelan, perlahan membuka mata seketika terkejut ketika sudah ada Sintia-mamanya kini tengah tersenyum manis padanya.

SanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang