23| Salah Arti

5.9K 999 435
                                    

Sangga benar-benar tidak paham dengan isi otaknya. Mengapa ia bisa mengeluarkan ide segila itu.

Ini pasti akan menimbulkan berita baru, apalagi grub chat yang diisi para member anak Toxic saat ini sedang heboh membahas Sangga dan Arania malam ini yang akan berkencan.

Sangga membuang nafas lemah. Mereka terlalu berlebihan.

"Sangga, kamu mau kemana?" tanya Sintia meletakan piring di atas meja. Ia menatap Sangga heran, mengapa Sangga belum bersiap?

"Kamu belum siap-siap? Sebentar lagi Clarisa akan datang."

"Aku ada urusan," ujar Sangga sekenanya lalu melanjutkan jalannya, namun Sintia dengan cepat mencekal lengan tangan Sangga.

"Kamu nggak bisa pergi begitu saja. Kamu bisa mengurus nanti setelah kita makan malam."

Sangga melihat tangannya yang dicekal oleh Sintia. Melihat itu, Sintia pun melepaskannya.

"Apa harus ada aku?" Sangga mengernyitkan dahi. "Cuma makan malam, kan? Nggak ada yang spesial."

"Sangga, mama mohon. Untuk kali ini saja kamu turuti apa kata mama, ya, sayang."

Sangga terkekeh, menuruti? Bukannya Sangga selalu menuruti setiap perkataan kedua orang tuanya. Mengapa Sintia seolah melupakan semuanya?

"Aku nggak bisa. Mama nggak perlu nunggu aku, titip salam sama Clarisa." Sangga berlalu dengan cepat ia berusaha keras menghindari Sintia.

Ketika Sangga sudah menaiki motornya dan akan pergi, Clarisa baru saja datang. Gadis itu tersenyum manis, tangannya melambai pelan menyapa Sangga. Namun Sangga hanya melirik sekilas, kemudian melajukan motornya.

Clarisa menatap kepergian Sangga sendu, namun setelahnya tersenyum seolah tak terjadi apapun.

"Sangga pasti sibuk. Mungkin lain kali dia baru ada waktu buat aku," gumamnya lirih.

***

"Mau kemana lo?"

Gada menghalangi jalan Arania. Cowok itu memperhatikan penampilan Arania dari atas hingga bawah, kaos hitam oversize, celana jeans robek, dan sepatu converse lusuh. Gada menatap tak percaya, penampilan Arania sungguh jauh dari kata rapi dan anggun.

"Ganti baju lo," perintah Gada.

Arania berdecak keras, bukannya menurut Arania justru melewati Gada begitu saja.

"Lo nggak denger gue suruh apa? Ganti baju lo!" seru Gada.

"Kalau gue nggak mau lo mau apa?" balas Arania menantang. "Gue pake baju ini karena gue nyaman, bukan karena atas suruhan lo. Kalau lo nggak suka liat gue kayak gini, berusaha tutup mata lo dan jangan pernah liat gue."

Gada mengepalkan tangannya kuat, sangat keras kepala. Sebisa mungkin Gada menahan dirinya agar tidak semakin emosi ketika menghadapi Arania. Jika di depannya saat ini adalah Jeslyn, Gada tidak akan mungkin berani berteriak apalagi bersikap kasar seperti ini.

"Gue cabut. Nggak usah tunggu gue pulang. Gue bukan bayi yang harus terus lo pantau," ujar Arania.

"Arania!"

"Bacot!"

Arania membanting pintu kasar. Ia tak bisa lagi menahan diri untuk tidak merasa kesal dengan sikap Gada.

Menunggu beberapa saat di depan pagar rumah, Sangga pun akhirnya tiba. Tanpa basa-basi Arania bergegas menaiki motor Sangga tanpa menunggu cowok itu berbicara.

SanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang