08| Pelantikan

23.1K 5K 6.2K
                                    

Hei tayo...hei tayo...

Kambek lagi nih. Maap ya, lagi-lagi ngaret 😗👉👈

Yuk lah, kalo vote tembus 3000 dan komen 5000 besok up lagi.

Random question:

1. Lagu favorit kamu?

2. Jam berapa kamu baca Sangga?

3. Satu kalimat untuk Joshep?

Share cerita Sangga keseluruh akun sosial media kalian yuk. Biar Sangga banyak yang baca 😗

🍒Happy reading🍒

"Lo urus aja dulu semua. Nanti gue datang, pastikan cewek gila itu jangan buat masalah," pesan Sangga.

Sangga mematikan sambungan secara sepihak panggilan dari Calva. Cowok itu lantas mengbambil jas abu-abu yang sudah disiapkan oleh Sinta kemudian memakainya.

Dengan langkah tersirat akan rasa terpaksa, Sangga keluar kamar menemui kedua orang tuanya yang sejak tadi terus meneriaki namanya agar cepat berbenah.

Lagi dan lagi Sangga harus kalah dari Renald. Ancaman Renald yang selalu saja membawa nama Shiren membuat Sangga tak bisa berkutik. Sangga hanya bisa pasrah ketika dirinya hari ini harus berpenampilan dan bersikap bukan seperti seharusnya.

Banyak topeng yang sudah Sangga gunakan untuk menutupi segala luka dan tekanan batin yang dia rasakan. Terlalu malu untuk bercerita, Sangga lebih suka memedamnya sendirian. Didikan keras dari Renald yang meminta Sangga untuk selalu tampil sempurna membentuk Sangga menjadi kepribadian yang dingin dan tak banyak bicara.

Dua sifat itu bukanlah sifat yang Sangga inginkan. Sangga ingin bebas berbicara seperti Rigel, bisa bercanda seperti teman-teman lainnya. Akan tetapi, Sangga harus bisa mengingat pesan Renald. Sedikit saja Sangga salah berbicara maka Renald akan memarahi Sangga habis-habisan. Perbuatan Renald yang kerap berprilaku kasar dan keras kepada Sangga ketika kecil berhasil menimbulkan rasa trauma pada diri Sangga.

"Lama sekali!" sentak Renald.

"Saya ada sedikit urusan," ujar Sangga.

"Dengan geng berandal kamu itu? Berapa kali harus papa ingatkan? Keluar dari geng itu!"

"Kalau saya nggak mau papa mau apa? Memukul saya? Silahkan," balas Sangga tak kalah menantang.

"SANGGA!" teriak Renald terpancing emosi.

"Papa!" Sinta menarik Renald. Mengusap punggung Renald mencoba menenangkan.

Napas Renald terdengar tak teratur, matanya menatap tajam putra semata wayangnya itu tanpa berkedip. Renald muak dengan tingkah Sangga yang selalu menganggapnya orang asing juga terkesan seenaknya.

"Papa sabar, pa," ujar Sintia.

Sangga tersenyum tipis. "Sudah bisa mengatur emosi, papa?"

"Sangga, mama mohon jangan memulai lagi," pinta Sintia lelah.

"Saya masih ada urusan. Jangan sampai saya membuat mama dan papa malu di pesta nanti hanya karena saya nggak bisa menjaga ucapan di depan teman-teman bisnis papa," ujar Sangga berjalan terlebih dahulu keluar rumah.

SanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang