25| Bukti Baru

2.8K 460 215
                                    

Clarissa menunduk takut ketika Sangga hanya menatapnya datar. Ruang tengah itu mendadak berubah menjadi aura mengerikan hanya karena keterdiaman Sangga.

Sudah terhitung lebih dari 10 menit Clarissa dan Sangga hanya duduk diam tanpa mengucapkan sepatah katapun. Sangga yang sudah pasti tidak senang dengan kehadiran Clarissa, sedangkan Clarissa mati-matian menahan takut.

Sangga hanya diam, tapi rasanya semua itu cukup menunjukkan jika sikap Sangga selalu berhasil mengintimidasi seseorang. Bahkan bisa menekan seseorang agar tidak nyaman berada didekatnya.

"Kalau nggak ada yang penting lagi lo bisa pulang," ujar Sangga membuka percakapan.

Clarissa reflek menatap Sangga, kepalanya menggeleng cepat. Ia tidak ingin pulang secepat itu, lagi pula tujuannya ke rumah Sangga karena ingin mengajak Sangga makan malam bersama.

"Nggak mau?" tanya Sangga sambil bersedekap dada.

Lagi-lagi Clarissa menggeleng. Mulutnya ingin sekali terbuka mengutarakan apa keinginannya, tetapi Clarissa berusaha menahannya.

"Gue ada urusan."

"Aku—" Clarissa menggantung ucapannya. Ia benar-benar merasa takut, kenapa aura Sangga semengerikan itu. Apa karena Sangga jarang berbicara? Atau karena Sangga tidak pernah menunjukkan ekspresi lain selain datar? Kenapa terkesan begitu sangat misterius.

Sangga menghela nafas pendek. "Gue kasih lo waktu 1 menit. Kalau lo tetap diam, gue pergi."

"Aku mau ajak kamu makan malam," ujar Clarissa cepat. Jantung Clarissa semakin berdebar ketika melihat respon Sangga seakan menahan kesal.

"Disuruh lagi?"

Clarissa terdiam, lalu mengangguk. "Iya, disuruh papa."

"Kenapa lo mau?"

"Karena papa yang nyuruh."

Sangga tersenyum mengejek. "Kalau gue nggak mau gimana? Lo bakalan maksa?"

"Nggak."

"Ya udah, jawaban gue nggak mau," ujar Sangga langsung menolak.

Clarissa merasa kecewa, lagi dan lagi ia harus mendapat penolakan dari Sangga.

"Ohh ok," lirih Clarissa memaksakan senyumnya kemudian bangkit berdiri ingin pulang.

Clarissa berjalan lemah, mungkin ini ajakan makan malam terakhir. Karena besok dan seterusnya Clarissa tidak ingin lagi disuruh oleh papanya. Setiap mendapat penolakan dari Sangga, Clarissa merasa dirinya dipermalukan. Tidak seharusnya ia melakukan ini, tetapi keadaan yang terus mendesak Clarissa untuk mendapatkan Sangga secepat mungkin.

Melihat Clarissa yang nampak kecewa, Sangga merasa bersalah. Cewek itu tidak pernah bersikap menyebalkan seperti Aranis, bahkan Clarissa terlihat sudah menyiapkan semuanya, bahkan malam ini begitu cantik mengenakan dress berwarna pink dengan rambut yang diurai rapi.

Bukankah Sangga begitu jahat terus mengabaikan Clarissa? Sangga berusaha menepis pikiran baik dan rasa bersalahnya pada Clarissa. Tapi, ia tidak tega.

"Clarissa," panggil Sangga.

Clarissa yang akan bersiap keluar rumah sontak menghentikan langkahnya. Ia hanya berdiri tanpa menoleh kearah Sangga.

"Lusa kita dinner. Kita ketemu di cafe golden star jam 7," ujar Sangga kemudian pergi menuju kamar.

Clarissa tercengang tak percaya. Saat membalikkan badannya, Clarissa melihat Sangga sudah menaiki tangga menuju kamar. Rona kebahagiaan terpancar jelas di wajahnya. Ia mendekap dadanya merasakan jantungnya yang berdebar cepat.

SanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang