Bantu share cerita Sangga ke seluruh akun sosial media kamu yukk...
1. Apa yang ingin kamu sampaikan untuk seluruh anak Toxic?
2. Mau ngomong apa sama Arania?
3. Mau ngomong apa sama Aurora?
4. Sejauh ini menurut kamu cerita Sangga bagaimana??
🍒
⛄Happy reading⛄Sangga menatap pantulan dirinya dari cermin. Mengambil jam hitamnya, Sangga kenakan di pergelangan tangan kirinya. Matanya berkedip pelan, sedetik kemudian menghela nafas lalu menyampirkan tas di bahu kananya lantas keluar dari kamar.
Terbesit rasa ragu di hati Sangga untuk turun ke lantai bawah. Apalagi tadi malam ia mendapati kedua orang tuanya baru saja pulang dari luar negeri. Sangga tak ingin ditanyai banyak hal, karena Sangga tahu baik Renald dan Sintia tak pernah benar-benar peduli padanya.
Dengan langkah cepat Sangga menuruni undakan tangga. Mengabaikan kehadiran kedua orang tuanya yang saat ini berada di meja makan seperti sedang menunggu kehadirannya. Tetapi Sangga mencoba mengabaikan, ia ingin segera pergi berharap tak bertatap muka baik dengan Renald maupun Sintia.
"Sangga," panggil Renald dengan pelan namun terdengar penuh memperingati.
Langkah Sangga sontak terhenti. Tangannya yang semula bertahan pada gagang pintu pun meluruh. Menghela nafas pendek, Sangga membalikkan badannya menatap Renald dan Sintia tanpa ekspresi.
"Dimana sopan santun kamu? Apa kamu nggak melihat keberadaan Mama dan Papa?" sengit Renald menggeram emosi.
"Saya melihat," jawab Sangga.
"Berhenti berbicara formal seperti itu, Sangga. Sekarang duduk, Papa ingin membicarakan hal yang penting dengan kamu," titah Renald tegas.
"Sebentar lagi bel masuk. Saya nggak mau terlambat," balas Sangga membuka pintu rumah.
"Sekali lagi kamu melangkah, Shiren yang bakalan tanggung akibatnya," ancam Renald.
Tangan Sangga terkepal kuat. Kenapa harus Shiren? Kenapa harus orang itu yang dijadikan Renald sebagai bahan ancaman. Sangga terlalu lemah untuk melawan, pada akhirnya menuruti perintah Renald bergabung di meja makan.
"Sangga," panggil Sintia lembut. Tangan halusnya menyentuh punggung tangan Sangga, tetapi Sangga buru-buru menarik tangannya.
"Saya nggak punya banyak waktu. Mama dan Papa juga seperti itu. Pasti kalian akan sibuk berkerja," ujar Sangga tak ingin berbasa-basi.
"Sampai kapan kamu akan bersikap seperti ini, Sangga? Apa kamu masih marah sama Mama dan Papa karena nggak bisa pulang saat kamu sakit?" lirih Sintia parau.
Sangga terhenyak, tak menyangka jika Sintia bisa selancar itu mengutarakan kalimat sama sekali tak mengerti perasaannya. Haruskah Sintia berbicara seperti itu? Apa hati Sintia sebagai seorang Ibu sudah membeku? Anak mana yang tak sedih ketika sedang berjuang antara hidup dan mati satupun orang tua tak ada yang mendampingi.
Terhitung beberapa bulan ini Sangga sembuh dari sakit, Renald san Sintia baru pulang ke Indonesia.
Pekerjaan lah yang menuntut Renald dan Sintia tak pernah peduli dengan orang lain. Bahkan dengan anak sendiri pun baik Renald dan Sintia bersikap tak acuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sangga
Teen FictionSemenjak kepergian Rigel, Sangga lah yang menggantikan peran Rigel sebagai ketua geng Toxic. Permasalahan demi permasalahan terus datang silih berganti menghantui hidup Sangga. Sangga bisa merasakan banyaknya beban yang pernah Rigel pikul selama men...