18| Kesepakatan

9K 2K 1.1K
                                    

Haloo kaliann...
Miss you, lama gak menyapa ya hehe...

Random question:

1. Jam berapa kamu baca Sangga?

2. Siapa karakter yang paling bikin greget?

3. Tim SanggaArania atau SanggaClarisa?

Happy reading

Clarisa duduk terdiam di hadapan Sangga. Gadis itu mengeratkan genggaman pada ujung sendok buburnya sesekali menghela napas lelah.

Sudah hampir satu jam Clarisa menemani Sangga bermain rubrik. Sejak pagi Sangga belum makan, kondisi badan Sangga yang terlihat banyak luka semakin membuat Clarisa takut. Takut terjadi sesuatu kepada cowok itu, Clarisa akan menyalahkan dirinya sendiri jika ia tidak bisa dipercaya menjaga Sangga selama kedua orang tua Sangga pergi.

Sangga benar-benar asik dengan dunianya sendiri. Dia sengaja mengulur banyak waktu agar Clarisa bosan dan dengan begitu cepat-cepat meninggalkannya. Tapi sialnya rencana Sangga sepertinya harus gagal. Bukannya pergi, Clarisa masih bertahan di tempat memangku semangkuk bubur kacang hijau yang gadis itu bawa dari rumah.

Situasi yang buruk, Sangga ingin berkata kasar dan keras. Namun ia masih mempunyai sifat bagaimana bersikap terhadap perempuan.

"Buburnya aku panasin dulu, ya. Kamu harus makan, ini udah siang," ujar Clarisa.

"Nggak perlu, gue bukan bayi. Kalau gue laper gue bisa makan sendiri." Sangga berkata ketus tanpa melihat Clarisa. "Mending lo pulang."

Clarissa menghela napas lelah. Meletakkan mangkoknya di atas meja, Clarisa bergerak mendekati Sangga. Dengan berani gadis itu menyentuh pipi Sangga yang terdapat luka.

"Jangan lancang!" geram Sangga menepis tangan Clarisa. Sorot matanya berubah tajam.

Tangan Clarisa saling mengepal kuat, takut dengan reaksi Sangga di luar perkiraannya. Ia hanya ingin memeriksa luka Sangga, tidak ada maksud lain.

"Luka kamu harus diobatin lagi," lirih Clarisa.

"Gue bisa obatin sendiri, lo bisa pulang sekarang?"

"Aku nggak bakalan pulang sebelum kamu makan dan mengobati luka kamu. Aku juga nggak mau hancurin kepercayaan om Renald dan tante Sintia yang udah kasih perintah buat jaga kamu."

Sangga mengacak rambutnya frustasi. Clarisa benar-benar gadis yang keras kepala.

"Ngga, kamu nggak sebegitu sukanya sama aku?" tanya Clarisa terdengar sendu. "Sebelumnya aku udah pernah bilang, kan? Aku nggak maksa kamu untuk menerima perjodohan ini. Aku cuma butuh teman, nggak lebih dari itu."

Sangga tersenyum miring, melempar rubriknya begitu saja ke sofa. Bagi Sangga, tidak ada pertemanan yang tulus antara perempuan dan laki-laki. Dengan membiarkan Clarisa terus mendekat itu sama saja Sangga memberikan banyak peluang untuk papanya agar tetap terus melanjutkan perjodohan ini.

Terlalu merepotkan, Sangga terkadang merasa menyesal kenapa ia harus hadir ditengah keluarga Dinata.

"Dari cara lo natap gue aja udah beda. Lo yakin cuma mau temenan sama gue?" ujar Sangga berhasil membuat Clarisa terdiam.

"A-aku yakin!"

"Gue nggak bisa bertanggung jawab. Karena gimana pun juga lo bukan tipe cewek yang gue mau." Sangga berterus terang, ia ingin mematahkan segala khayalan Clarisa akan dirinya.

"Aku tau, sampai kapan pun aku nggak mungkin dilihat sama kamu. Makanya aku mencoba nggak semakin berharap. Tapi aku mohon, terima kebaikan aku, ya. Aku janji nggak akan melibatkan perasaan dihubungan kita saat ini. Just friends."

SanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang