12. Flashdisk

819 45 60
                                    


Vano pulang ke rumah setelah berkelana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Vano pulang ke rumah setelah berkelana. Ia masuk ke rumah dengan santai.

"Dari mana kamu?"

Ibarat tuli, Vano tidak menyahut apa-apa. Ia tetap berjalan naik ke kamar seolah tidak ada yang berbicara.

"Vano!"

Vano sudah sampai di kamarnya. Namun, masih bisa ia dengar suara Fandi yang berteriak memanggil namanya. Bodo amat dengan itu.

Vano mengambil sebuah flashdisk dan mencolokkannya di laptop. Ia tersenyum miring. Mari kita lihat seberapa indah tubuh Luna.

Yang pertama kali muncul di layar adalah wajah Vano yang sedang memasang kamera di hotel. Vano mempercepat rekaman tersebut hingga pada bagian yang hanya ada Luna seorang.

Vano menopang tangannya di dagu, menonton aktivitas Luna saat di hotel. Ternyata Luna cukup bodoh hingga mau diajak dengan mudah ke hotel. Ia memang menyukai Luna, namun yang ia sukai adalah tubuh Luna.

Bermenit-menit sudah berlalu, tapi belum ada bagian Luna berganti pakaian atau semacamnya. Vano akhirnya kembali mempercepat durasinya hingga berhenti pada Luna yang melepas kaos.

Senyum Vano mengambang. Bagian yang ia tunggu-tunggu. Tangan kirinya menopang dagu, menonton dengan asik.

"Vano!" Fandi menggedor-gedor pintu kamar yang membuat Vano menahan amarah. Vano menutup laptopnya dengan kasar.

Vano membuka pintu. Sorot matanya menatap benci. "Mau apa sih lo?"

"Ingat kamu pulang ke rumah? Ke mana kamu dari kemarin?" tanya Fandi.

"Kenapa nanya?" kekeh Vano, "biasanya gue gak pulang sebulan aja kalian gak nanya."

Plak!

"Jaga mulut kamu!"

Vano memegang pipinya. Memar yang belum sembuh itu kembali nyeri karena diberi tamparan yang cukup kencang.

"Jangan bersikap peduli kalau gak bener-bener peduli. Bersikap aja kayak biasanya, gue udah terbiasa." Vano melewati Fandi yang hanya memasang status sebagai orang tuanya.

Akhirnya Vano kembali pergi dari rumah walau baru beberapa saat tiba. Ia muak berada di rumah yang bagai neraka.

-algara-

"Paket!"

"ASIAP!" teriak Luna. Luna turun tangga dengan sangat cepat. Ia berlari ke pintu rumah untuk mengambil paket yang sudah ia nanti-nanti.

"Atas nama Luna kan, Mas?"

Kurir paket tersebut mengangguk. Luna langsung menerimanya. "Makasih, Mas."

Luna masuk lagi ke rumah. Dilihatnya ternyata ada Ersa yang sedang makan di meja makan. Terlalu heboh karena paketnya sudah datang, ia sampai tak sadar ternyata ada mamanya.

ALGARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang