"Non Ica, sarapannya sudah siap."
Bi Susi memberanikan diri membuka pintu kamar majikannya. Seluruh tubuh Monica tertutupi oleh selimut, terkecuali kepala.
"Non," panggil Bi Susi.
Bibir Monica bergetar dengan mata tertutup. Bi Susi memegang dahi Monica. Ia terkejut merasakan dahi Monica yang sangat panas.
Bi Susi menepuk bahu Monica. "Non, kita ke rumah sakit ya?"
Monica menggeleng. "Enggak usah, Bi. Tolong matiin AC aja."
Sesuai permintaan Monica, Bi Susi mematikan AC. Monica mengeratkan tubuhnya pada selimut. Badannya terasa panas dingin.
"Bibi beliin obat ya," ucap Bi Susi, khawatir.
"Iya, Bi," lirih Monica.
Bi Susi berjalan keluar, namun baru berjalan beberapa langkah, Monica tiba-tiba berlari ke kamar mandi. Bi Susi langsung menyusul Monica.
Monica berusaha muntah, tapi tidak ada yang keluar. Ini benar-benar sangat menyiksa. Bi Susi mengusap tengkuk Monica. "Non yakin gak mau ke rumah sakit?"
Monica mengangguk lemah. Badannya kembali terasa lemas, tapi kali ini rasanya dua kali lipat dari yang kemarin.
"Ayo, Non, Bibi antar ke dalam lagi." Dengan bantuan Bi Susi, Monica berjalan ke ranjangnya lagi.
Bi Susi menyodorkan air minum yang ada di nakas. Monica menerima dan meminumnya. Ia kemudian terdiam beberapa saat.
"Bibi turun ambil sarapan dulu ya. Nanti sambil Non makan, Bibi pergi beli obat," ucap Bi Susi lalu berlalu dari hadapan Monica.
"Bi," panggil Monica yang membuat langkah Bi Susi terhenti.
-algara-
Vano menatap benda di atas mejanya lalu melirik ke sekeliling. Semua meja terdapat benda yang sama. Kartu undangan.
Vano melihat bagian luar kartu undangan tersebut. Ia tidak tahu-menahu siapa nama yang tertera di kartu undangan. Namun, intinya ini merupakan acara ulang tahun.
Karena sama sekali tidak ada niat untuk datang, Vano membuang kartu undangan itu ke tong sampah. Ia berlalu dari kelasnya, menuju kelas Monica. Hanya ingin melihat sekilas saja.
Vano berhenti di depan kelas Monica. Matanya terfokus pada bangku kosong di baris kedua. Monica tidak masuk sekolah lagi?
Vano kembali ke kelasnya dan ketika sampai di kelas, bel berbunyi, menandakan jam istirahat sudah selesai. Ia membereskan semua barangnya dengan cepat.
Saat keluar dari kelas, Vano berpas-pasan dengan Arsen dan Candra. Arsen dan Vano saling bertatapan, sedangkan Candra bingung melihat Vano yang membawa tas.
Vano melewati dua orang di hadapannya tanpa mengatakan apa pun. Candra menunjuk punggung Vano. "Itu Vano mau ke mana bawa tas?"
"Mana gue tau," cuek Arsen. Matanya menangkap ada kartu undangan di setiap meja. Ia mengambil undangan dari meja yang paling dekat dekatnya.
"Clara Sweet Seventeen." Arsen membaca tulisan yang ada di undangan.
"Apaan tuh, Sen?" tanya Candra.
Arsen menyodorkan benda di tangannya pada Candra lalu keluar dari kelas. "Eh, lo mau ke mana lagi? Ini udah masuk," ucap Candra.
"Ke kelas Luna bentar."
Arsen menuju kelas Luna, ingin mengecek kondisi sang adik. Dari kejauhan, ia melihat Luna yang sedang bersama dengan Gara.
Luna menyadari keberadaan Arsen yang berjarak beberapa meter darinya. Mereka berjalan berlawanan arah hingga akhirnya bertemu di depan kelas Luna.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALGARA
Novela Juvenil[UPDATE SETIAP HARI SABTU] Seperti yang banyak orang katakan bahwa tidak ada pertemanan murni antara perempuan dan laki-laki. 2 tahun bersahabat dengan Gara, Luna mulai merasakan ada yang berbeda dengan dirinya ketika bersama Gara. Namun, mungkinka...