Gara masih terus berusaha untuk mencari kebenaran. Ia bahkan sudah memikirkan apa yang harus ia lakukan selanjutnya.
Seperti sekarang ini, Gara sedang berjalan dengan santai menuju gedung sekolah. Namun, ia tidak hanya sekadar berjalan, tetapi matanya melihat setiap plat motor yang ia lewati.
Semuanya dimulai dari yang paling dekat. Jadi, Gara berpikir bahwa mungkin saja Monica memiliki hubungan dengan salah satu orang di sekolah.
Sebenarnya Gara masih tidak percaya bahwa Monica hamil. Bagaimana bisa?
Monica tidak tampak dekat dengan siapa pun di sekolah. Bahkan, teman saja sepertinya tidak punya.
Gara sudah hampir berada di ujung parkiran, tapi ia sama sekali tidak menemukan motor yang ia cari. Akhirnya Gara berjalan masuk ke gedung sekolah.
Gara mencoba berpikir kemungkinan lain. Apa cowok yang kemarin itu bersekolah di sekolah lain? Atau teman lama Monica? Atau justru saudara Monica seperti dugaan Luna?
Kepala Gara terasa ingin meledak memikirkan hal seperti ini pagi-pagi. Ia frustasi bukan main, terlebih setelah mamanya menelfon.
Kini Gara berada dekat dengan kelas Luna. Gara mengecek situasi kelas Luna lewat jendela, ingin melihat apakah Luna sudah datang atau belum.
Gara berhenti melangkah saat mendapati Luna sedang duduk. Ia bisa melihat Nadin yang menunjuk ke arah jendela sambil berbicara dengan Luna.
Luna menoleh. Spontan sudut bibirnya terangkat. Ia lantas keluar dari kelas, menghampiri Gara. "Lo mau ke kelas kan?" tanya Luna.
Gara menganggukkan kepalanya sambil tersenyum kecil. Mereka kemudian berjalan santai menuju kelas Gara ditemani obrolan ringan.
"Lun."
"Apa?" Luna menengadahkan kepalanya.
"Kemarin nyokap gue nelfon," ujar Gara.
Luna menaiki anak tangga sambil menatap Gara. Ia menunggu Gara berbicara lebih lanjut.
"Dia tau soal masalah gue sama Monica."
Luna tertegun sempurna mendengar penuturan Gara. Luna bahkan sampai menghentikan langkahnya, membuat Gara ikut berhenti.
Gara menuruni satu anak tangga agar posisinya sejajar dengan Luna. Ia tahu Luna terkejut karena ucapannya barusan.
"Lo pasti kenapa-napa, kan?" Wajah Luna terlihat sayu saat menatap Gara. Gara pasti tidak baik-baik saja.
Gara terkekeh kecil. "Iya." Dirinya memang tidak baik-baik saja. Kesedihan itu harus diakui.
Kekehan Gara menghilang dan situasi menjadi intens. "Lun," panggil Gara. "Lo masih mau bantuin gue?"
"Masih lah. Pake nanya lagi." Luna tampak kesal dengan pertanyaan Gara. Apa itu pertanyaan yang perlu ditanyakan?
Gara tersenyum kecil. "Ya udah, ayo naik."
Mereka melanjutkan perjalanan mereka yang sempat terhenti tadi. Sambil menaiki tangga, Luna bertanya, "Nyokap lo bilang apa? Dia marah sama lo?"
Kepala Gara menggeleng. "Nyokap gue gak marah, tapi lebih ke kecewa."
"Lo gak ngasi tau yang sebenarnya?" Luna bertanya lagi.
"Ada, cuman gak detail. Gue mau nunggu semua ini selesai," jawab Gara. Sampai ia menemukan akhir dari masalah ini, barulah ia akan memberi tahu mamanya.
"Nanti kita cari cara lain ya, Gar," tutur Luna dengan lembut. Gara mengangguk sambil tersenyum simpul.
-algara-
KAMU SEDANG MEMBACA
ALGARA
Novela Juvenil[UPDATE SETIAP HARI SABTU] Seperti yang banyak orang katakan bahwa tidak ada pertemanan murni antara perempuan dan laki-laki. 2 tahun bersahabat dengan Gara, Luna mulai merasakan ada yang berbeda dengan dirinya ketika bersama Gara. Namun, mungkinka...