Monica memutuskan untuk USG, sebelum akhirnya tidak bisa melihat calon bayinya lagi. Kenyataan yang pahit. Ia harus mempersiapkan diri untuk berpisah bahkan belum bertemu.
Tapi seperti ini lebih baik. Ketimbang tidak tahu apa-apa, lalu semuanya terjadi begitu saja.
Monica sedang menunggu gilirannya. Ia masih ke dokter kandungan yang sama saat datang bersama Vano. Bedanya, kali ini ia sendiri.
"Nyonya Monica," panggil seorang suster.
Kepala Monica menoleh. Sudah gilirannya. Monica kemudian berdiri dan masuk ke ruangan dokter. Dokter meminta Monica untuk duduk di kursi yang tersedia.
Monica menyerahkan buku berisi data dirinya kepada dokter. Dokter itu terdiam sebentar sambil menatap Monica. Monica tidak terlihat asing.
"Ada keluhan?" tanya dokter, memulai pembicaraan mereka.
"Ada, Dok."
Setelah melihat isi dari buku kehamilan milik Monica, dokter tersebut langsung ingat. Monica pernah konsultasi dengannya. Pantas saja tidak asing.
"Kamu minum obat yang saya resepin waktu itu?"
Monica mengangguk kecil. Dokter dengan name tag dr. Putri Alexandra, SpOG itu tersenyum. "Gimana selama kehamilan kamu?" tanya Dokter Putri.
Monica memainkan jemarinya. Ia lantas mulai menjelaskan tentang kondisi kehamilannya. "Masih suka mual kalau pagi. Kadang malam juga, cuman lebih jarang. Waktu itu juga sempat mual karena minum susu hamil, terus lagi banyak pikiran."
"Pola makan kamu gimana?"
Monica terdiam untuk sejenak lalu kembali berbicara. "Gak nafsu, Dok," jawab Monica dengan lirih.
Dokter Putri memahami kondisi Monica. Hamil muda itu memang tidak mudah. "Ada lagi? Mungkin perut kamu kadang kram?"
Sejauh ini, Monica tidak merasakan perutnya terasa kram. Semuanya baik-baik saja, terkecuali dirinya. "Gak ada, Dok. Cuma kayak gitu aja."
"Harus tetap makan yang rutin ya walaupun gak nafsu makan. Janin kamu berkembang lewat kamu," ucap sang dokter. "Apa pun yang kamu rasain, kamu makan, janin kamu juga ngerasain."
Monica mengangguk paham. Ia sadar bahwa ia belum bisa menjadi ibu yang baik. Selama ini ia hanya memikirkan dirinya sendiri.
"Oke." Dokter Putri memundurkan kursinya. "Ayo kita USG."
Monica langsung keringat dingin. Ini bukan pertama kalinya, tapi ia tetap merasa gugup. Dokter menyuruh Monica untuk berbaring dan mulai melakukan USG.
Mata Monica terfokus pada layar televisi. Awalnya belum ada apa-apa, sampai akhirnya ia bisa melihat layar hitam putih yang tidak ia mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALGARA
Teen Fiction[UPDATE SETIAP HARI SABTU] Seperti yang banyak orang katakan bahwa tidak ada pertemanan murni antara perempuan dan laki-laki. 2 tahun bersahabat dengan Gara, Luna mulai merasakan ada yang berbeda dengan dirinya ketika bersama Gara. Namun, mungkinka...