Gadis dengan pakaian olahraga itu menuruni anak tangga. Langkahnya sedikit tergesa-gesa karena semua teman sekelasnya sudah berkumpul di lapangan.
Sambil menuruni tangga, Luna mencepol rambutnya dengan asal. Biarpun asal, hasilnya tetap saja bagus. Heran.
Luna berhenti di pijakan tangga terakhir. Ia sudah tiba di lantai paling bawah, namun tidak langsung pergi ke lapangan. Ada sesuatu yang menarik perhatiannya.
Luna menatap sebentar dua insan yang tampaknya ia kenal. Tadinya ia berniat menyapa, tapi niat itu tiba-tiba hilang karena tidak sengaja mendengar percakapan mereka.
Karena merasa kepo, Luna bersembunyi di balik tembok untuk menguping pembicaraan Gara dan Monica.
"Lo sengaja?" tanya Gara.
Monica tertunduk, tidak berani menatap Gara. Ia merasa bersalah pada dirinya sendiri, terutama Gara. Walaupun begitu, ia tetap tidak bisa berbuat apa-apa, selain menutup mulut.
"Gue tau lo hamil."
Mata Luna seketika melebar. Luna kemudian mengedipkan matanya beberapa kali. Apa ia tidak salah dengar?
Ucapan Gara kali ini membuat Monica seperti patung untuk sejenak. Monica menengadahkan kepalanya dengan perlahan. Debaran di dadanya menjadi sangat cepat.
Monica merasa sulit untuk mengambil napas. Dari awal ia memang sudah mempunyai feeling bahwa Gara mengetahui tentang kehamilannya. Tapi, saat itu Gara bersikap seolah cowok itu tidak mengetahui apa-apa.
"Lucu aja kalau gue harus bertanggung jawab sama hal yang gak gue lakuin," ujar Gara. Ia berusaha untuk berbicara dengan kepala dingin. Padahal, ia ingin sekali membentak, bahkan memaki.
"Gue rasa nyokap lo belum tau."
Monica meremas roknya dengan erat. Bagaimana jika Gara memberitahu semuanya pada Lisa? Apa yang harus ia lakukan? Tapi mungkinkah ia meminta Gara untuk diam setelah membuat Gara diserang tuduhan seperti tadi?
Melihat Monica yang diam saja, membuat Gara semakin kesal. Ia sebenarnya tidak peduli tentang kehamilan Monica. Tapi, ini sudah menyeret-nyeret namanya, jadi ia tidak bisa tinggal diam.
"Kalau lo gak bertindak, biar gue yang bertindak," ucap Gara. "Gue gak bakal diem aja."
Gara berjalan menjauhi Monica. Monica jadi semakin kalut dan tidak karuan. Sekujur tubuhnya terasa kaku.
Mata Monica berkedip berulang kali, menandakan gadis itu cemas. Monica membalikkan badan, menatap punggung Gara yang semakin jauh. Ia khawatir Gara akan memberitahu Lisa.
Monica pergi mengejar langkah Gara. Gara hampir tiba di ruang kepala sekolah, tapi Monica dengan cepat mencegah. "Please, jangan kasi tau Mama aku," pinta Monica.
Gara terdiam. Monica ngos-ngosan di tempatnya. Ia menggigit bibirnya saat melihat Gara yang diam saja. Matanya terasa panas dan penuh.
Seketika Gara berbalik badan. "Apa yang bakal lo lakuin kalau gue diem? Lo bakal jujur sendiri?"
Air mata Monica jatuh. Monica tidak menjawab sepatah kata pun dari pertanyaan Gara. Ia juga bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Apa yang harus ia lakukan? Mengapa situasi menjadi sangat rumit seperti ini?
Gara maju selangkah. Ditatapnya Monica yang menundukkan kepala sembari menangis. "Gue bisa rahasiain tentang kehamilan lo buat sementara."
Monica berhenti menangis. Ia mengangkat kepalanya lalu menatap Gara dengan matanya yang sembab.
Sebelum akhirnya Monica kesenangan sendiri, Gara menegaskan ucapannya. "Sementara."
Monica mengangguk paham. Di dalam hati, ia sangat bersyukur dan lega. Setidaknya Gara tidak akan memberitahu Lisa untuk sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALGARA
Teen Fiction[UPDATE SETIAP HARI SABTU] Seperti yang banyak orang katakan bahwa tidak ada pertemanan murni antara perempuan dan laki-laki. 2 tahun bersahabat dengan Gara, Luna mulai merasakan ada yang berbeda dengan dirinya ketika bersama Gara. Namun, mungkinka...