14. Gara's Day

801 54 52
                                    

kalau ada tanda kayak gini '⚠️', berarti ada bagian yang kurang pantas. jadi, tolong kebijakannya ya. udah aku kasi peringatan juga di deskripsi cerita ini

selamatt membaca <3

⚠️⚠️⚠️

Vano mengekori Deana yang berjalan ke ruang staf. Deana sudah mulai gondok karena Vano yang tidak berhenti mengikutinya.

"Mas, saya mau ganti baju," ujar Deana.

"Ganti aja."

"Mau Anda tuh apa sih?!" Kini nada bicara Deana meninggi. Kesabarannya benar-benar sudah habis.

Mulut Vano membulat, takjub. "Waw ...."

Vano mendekat ke arah Deana. Tubuh Vano bergerak turun, mensejajarkan tingginya dengan Deana. "Gue mau lo," ucap Vano.

"Plis, saya mau pulang ke rumah. Masnya tolong jangan ganggu saya," pinta Deana dengan amat sangat.

"Tapi temenin gue dulu di sini."

"Saya sibuk." Deana membereskan barang-barangnya ke dalam tas. Orang gila di hadapannya tidak akan mengerti dengan bahasa apa pun!

Vano menegakkan kembali tubuhnya. Ia bersandar di tembok sembari menatap Deana. "Gue bayar," ucap Vano.

"Berani bayar berapa?" Deana tidak serius dengan pertanyaannya. Ia hanya penasaran berapa Vano mampu membayarnya.

"3 kali lipat dari gaji part time lo di sini."

Seketika Deana terdiam. Vano dapat melihat dengan jelas raut wajah Deana yang berubah. Apakah Deana tertarik dengan tawarannya?

Deana menoleh ke arah Vano. "Oke."

Vano terkekeh. Ternyata harus dipancing uang. Memang semua cewek itu matre.

Karena Deana sudah setuju, Vano membawa Deana keluar dari ruang staf. Deana sendiri tidak lagi menolak. Ia sungguh setuju akan menemani Vano dengan imbalan 3 kali lipat dari gajinya di sini.

Mereka berdua sekarang berada di area dance floor. Banyak orang berjoget ria sambil menikmati dentuman musik.

"Maskernya dilepas dulu dong," ucap Vano setengah berteriak. Suara dentuman musik yang begitu keras membuat agak sulit untuk berbicara.

"Masnya, 'kan, tau saya gak suka nyium bau di sini," sahut Deana.

Vano menarik pinggang Deana, menempel ke arahnya. Ia merapikan anak rambut Deana yang berantakan. Lama-kelamaan tangan Vano semakin bergerak ke belakang, melepas ikatan rambut Deana.

"Jangan panggil Mas. Gue bukan suami lo."

Vano memiringkan kepalanya. Tangannya bergerak menyingkirkan rambut yang menutupi telinga kanan Deana. Setelahnya, Vano mencium telinga Deana dengan sensual. "Vano," bisiknya.

Deana menahan napasnya. Perbuatan Vano membuat ia merasakan sensasi aneh di perutnya. Deana langsung mendorong bahu Vano dengan spontan.

Vano agak terkejut. Namun, tidak lama kemudian ia tersenyum miring. Vano kembali mendekat ke arah Deana. "Lo suka kan?"

Vano kembali merapatkan tubuhnya dengan Deana. Deana semakin merasa tidak nyaman karena tubuhnya yang bereaksi sangat aneh.

Tangan Vano bergerak melepas masker yang menutupi wajah Deana. Ia memang sempat melihatnya waktu itu, walaupun hanya sekilas. Tapi beberapa saat tidak bertemu membuatnya lupa bagaimana wajah Deana.

Sekarang wajah cantik Deana sudah terpampang di hadapan Vano. Meskipun cahaya di sini remang-remang, tapi Vano tetap dapat melihatnya dengan baik.

ALGARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang