18. Dangerous

828 45 32
                                    

"Papa pulang!"

Kala Mario masuk ke dalam rumahnya, tiba-tiba ada suara anjing yang menggonggong dengan keras.

Mario berjalan dengan pelan ke arah bawah tangga. Ia menundukkan kepalanya dan menemukan ada seekor anjing. "Ini anjing siapa?" gumam Mario.

"Anjing Luna," sahut Arsen sambil menuruni tangga, disusul dengan Luna yang juga turun.

Kepala Mario mendongak, menatap Arsen dan Luna yang berhenti di anak tangga. "Sejak kapan Luna melihara anjing?" tanya Mario.

"Belum terlalu lama, Pa." Luna berjalan ke arah Mario lalu memeluknya dengan erat.

Mario tersenyum. Ia membalas pelukan Luna dengan hangat. "Berapa kamu beli?" tanya Mario.

"Anjing pungut," celetuk Arsen.

Luna menyudahi pelukannya dengan Mario lalu menatap abangnya yang ada di dapur. "Bukan, ih. Anjing adopsi."

"Adopsi dari jalan," sahut Arsen.

"Bang!"

Arsen menatap ke arah Luna. "Emang bener kan? Lo gak tau aja kalau lo ngeluarin anjing lo dari kandang, dia suka gigitin sepatu gue."

"Gak Gara, gak lo, sama aja." Luna berdecak sebal.

"Namanya siapa?" tanya Mario.

"Al."

"Dari nama kamu?"

Luna menggeleng. "Bukan."

"Terus nama siapa? Nama kamu kan Aluna," ucap Mario.

"Dari nama Gara. Algara."

Mario tersenyum lebar kemudian mengangguk paham. "Diurusin baik-baik ya. Nanti kita beliin temen buat Al."

"Iya, Pa." Luna tersenyum senang. Memang hanya Mario yang paling mengerti dirinya.

"Pa, habis ini kasi Luna jajan yang banyak ya, biar gak kayak pengemis, tukang minta-minta," ujar Arsen sambil berjalan ke arah Mario dan Luna.

"Diem!" kesal Luna.

Mario tertawa. "Iya. Nanti Papa kasi jajan tambahan buat Luna, Arsennya gak usah."

"Eh?"

"Kenapa? Gak terima?" Luna memeletkan lidahnya lalu tersenyum kemenangan.

"Pilih kasih nih," sindir Arsen.

Mario merangkul Arsen juga Luna naik ke atas. "Mama ada di atas kan?"

"Ada," jawab Luna. "Dari kemarin kurang enak badan katanya. Apa Mama hamil lagi ya?" Jari Luna berada di dagu, berpikir.

Arsen langsung menyahut, "Ngaco lo."

"Iya, ada-ada aja kamu."

Luna menyengir tanpa dosa. "Kan cuma becanda doang."

-algara-

Vano menyalakan stopwatch di handphone-nya selama 3 menit. Mereka menunggu sambil terdiam. Kini waktu terasa berjalan sangat lama bagi mereka.

Handphone Vano berbunyi, menandakan waktu di stopwatch sudah selesai. Monica sedikit mengintip-ngintip pada test pack yang ada di wastafel. Seketika tubuhnya melemas.

Monica langsung terisak di pelukan Vano. "Vano ...."

Vano mengelus rambut Monica. "Udah gue bilang gak akan ada apa-apa."

Ya, hasilnya negatif. Monica sudah panik karena takut hasilnya akan positif. Bagaimana nasibnya jika test pack itu sungguh menunjukkan dua garis merah?

ALGARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang