Vano sedang dalam perjalanan menuju kampus Xavira yang memakan waktu sekitar 30 menit. Namun, ia tidak pergi sendirian.
Di belakang, ada Luna dan Gara yang setia mengekori ke mana perginya Vano. Kemarin sore mereka tidak mendapati Vano keluar dari apartemen, sehingga mereka tidak mendapatkan apa-apa.
"Lama juga ya, Gar," celetuk Luna. Mereka sudah mengikuti Vano dari tadi, tapi Vano sama sekali belum berhenti.
Luna khawatir jika Vano menyadari bahwa sejak tadi cowok itu diikuti. Mungkin tidak terlihat begitu jelas, tapi tetap saja ia merasa cemas.
Mobil Vano memasuki area kampus Xavira. Luna langsung bereaksi heboh. "Mobilnya belok, Gar!"
Gara mengangguk. Ia juga melihatnya. Untuk mencari aman, Gara memberhentikan mobilnya di depan kampus. Tidak ingin tampak terlalu mencurigakan.
Akan tetapi, dari sini mereka tidak dapat melihat Vano karena jarak yang terlalu jauh. "Masuk aja, Gar," suruh Luna.
"Lo serius nyuruh gue masuk?" Gara menatap Luna.
Luna mengangguk. Akhirnya dengan kesepakatan bersama, Gara memutar setir mobilnya lalu masuk ke dalam. Ia memarkirkan mobilnya tidak begitu dekat dengan Vano, asalkan dapat melihat keberadaan Vano.
Bersamaan Gara mematikan mesin mobilnya, seorang gadis keluar dari pintu utama kampus lalu menuju ke mobil Vano.
Wajah gadis itu tidak terlalu jelas dari posisi Gara dan Luna berada. Namun, yang mereka tangkap adalah gadis itu bertubuh tinggi semampai, serta berambut panjang blonde.
"Siapa tuh?" Luna merasa penasaran.
Ini semakin terasa sulit untuk dipecahkan, layaknya sebuah cerita yang semakin banyak tokoh baru sehingga membuat teka-teki menjadi rumit.
Luna melebarkan matanya saat melihat mobil Vano bergerak. "Gar, mobilnya jalan!"
Meski Luna berkata begitu, Gara tidak segera menyalakan mobilnya dan mengikuti Vano. Ia mulai lelah dengan semua ini.
"Gar?" Luna menoleh karena Gara tidak melakukan apa-apa. Gara hanya terdiam sambil memandangi mobil Vano yang semakin menjauh.
Tampak jelas di wajah Gara bahwa cowok itu mulai pasrah. Luna menghela napasnya. Apa yang harus ia lakukan?
-algara-
Hampir seminggu lebih Monica merasa seperti tidak ada kehidupan. Rasanya kosong. Yang ia lakukan hanyalah terus menangis di kamarnya.
Monica tidak tahu harus bagaimana menghadapi situasi ini. Setiap malam ia tidak tenang memikirkan janinnya karena hari itu sudah semakin dekat.
Monica bergerak mengelus perutnya yang mulai membesar dan terasa kencang. Keinginan untuk mempertahankan janinnya perlahan memudar.
Monica menoleh ke kotak susu yang ada di nakas. Ia sama sekali belum menyentuh susu hamil pemberian dari Vano.
Monica turun dari ranjang kemudian mengambil kotak susu yang masih tersegel rapat. Ia membawa susu tersebut ke bawah untuk diseduh.
Sesampainya di bawah, Monica melihat keadaan sekitar lebih dulu. Dirasa aman dan tidak ada orang, ia mulai mengambil gelas beserta sendok.
Monica membuat susu hamil dengan rasa stroberi itu sesuai dengan petunjuk yang tertera. Entah akan merasa mual atau tidak, ia harus mencobanya lebih dulu.
Di tengah mengaduk susu, bola mata Monica tiba-tiba terasa panas kemudian berair. Kesannya ia sedang mengiris bawang, padahal sedang mengaduk susu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALGARA
Teen Fiction[UPDATE SETIAP HARI SABTU] Seperti yang banyak orang katakan bahwa tidak ada pertemanan murni antara perempuan dan laki-laki. 2 tahun bersahabat dengan Gara, Luna mulai merasakan ada yang berbeda dengan dirinya ketika bersama Gara. Namun, mungkinka...