"Kim, sudah bel nih, ke kantin yuk!" Eleazar tersenyum lebar.
Jam istirahat kedua baru saja berlangsung, jam dinding sudah menunjukkan pukul sebelas dua belas siang. Siswa siswi memenuhi seluruh koridor, ada yang sedang bercanda tawa, ada yang sedang belajar untuk jam pelajaran selanjutnya, dan ada juga yang memperhatikan Kimberly dari jauh, sambil berbisik-bisik dengan temannya.
"Sorry, El. Pergi dengan yang lain saja ya?" Kimberly bangkit dari kursinya. Rencananya, gadis itu ingin pergi ke perpustakaan ntuk belajar lebih banyak. Balas dendam karena semalam ia tak belajar apapun.
Eleazar tampak sedih, "Yah... memangnya mau kemana, sih?"
"Perpustakaan, mau ikut?" tanya Kimberly mencoba basa-basi. Jelas hanya basa-basi karena ia tahu Eleazar tak suka membaca buku ataupun belajar.
El langsung menggeleng. "Gak deh hehehe," ia menyengir, "perpustakaan ada di sebelah ballroom di lantai paling atas, ya." ujarnya memberi tahu.
Kimberly tersenyum tipis, lalu mengangguk. Kemudian langsung mengangkat kakinya keluar dari kelas.
Ia berjalan sendirian di koridor, banyak mata yang mengarah padanya. Ini selalu terjadi, bahkan banyak juga yang mencoba mengobrol dengan gadis itu untuk dijadikan teman, atau berintensi untuk pendekatan. Walau tak pernah direspon juga oleh Kim. Ditambah lagi, kejadian tadi pagi saat ia melakukan teknik pertahanan diri dan membanting sang ketua OSIS, dan seorang kakak kelas, Ace, semakin membuat orang-orang mengenal dirinya.
Mereka membuat beberapa sebutan, banyak yang baik, banyak juga yang buruk. Tapi sebenarnya lebih banyak yang buruk. Wajar... perempuan itu jarang tersenyum, tak pernah menanggapi lelaki yang ingin mendekatinya, dan banyak gosip-gosip yang beredar tentangnya.
Kimberly ingat saat ia masih bersekolah- ralat.. dimisikan di International High School di dimensi asalnya, ia memiliki teman-teman yang selalu terasa seperti rumah untuknya. Bukan berarti sekarang tidak, ia masih punya Valerie, Ruby, Zav, dan Rylan... hanya saja... tak selengkap dulu.
Kim melangkahkan kakinya menaiki tangga yang megah dan mengkilap itu. Ia menunduk ke bawah, memandangi langkah kakinya. Sambil teringat beberapa masa lalu.
Saat-saat dimana ia masih belum menginjak tujuh belas tahun, kekuatannya masih amatir dan belum bisa melihat masa depan... adalah masa ter-damai dalam hidupnya. Sejak ia dapat melihat masa depan, semuanya hancur. Seakan seluruh dunia menghantuinya. Membuatnya terjaga sepanjang malam, memikirkan nasib teman-temannya yang ia tahu akan berakhir tragis.. tapi ia tak bisa mengubah apapun.
Valerie, Ruby, Zav, dan Rylan juga merasakan perubahan itu. Sejujurnya, mereka juga merasa Kimberly telah berubah...
Ia lebih menutup diri.
Dulu, membuat seorang Kimberly tertawa bukanlah hal yang sulit. Gadis itu juga sering bercanda. Walau ia memang tahu kondisi, kalau sudah waktunya serius, ia akan menjadi yang paling serius.
Ia membangun benteng yang dua kali lipat lebih tinggi dan tiga kali lipat lebih tebal dari sebelumnya.
Seorang gadis berumur tujuh belas tahun yang dapat mengetahui masa depan. Pengendali ruang dan waktu, beserta dimensi-dimensinya. Tanggung jawab yang berat itu dipikulnya setiap detik. Masa lalunya tidaklah enak untuk diingat, dan apa yang telah ia lewati bukanlah hal yang mudah. Bebannya itu... mungkin jika orang lain yang merasakannya, ia kaan langsung bunuh diri tanpa ragu.
Dan kini, gadis itu membuat keempat temannya tinggal di sebuah dimensi lain yang tak pernah ia kunjungi sama sekali. Ditambah lagi, pengelihatannya akan masa depan baru akan muncul tiga tahun lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
AGENT 2: The Parallel Dimension
Fantasy--Sequel kedua dari AGENT: Agent of mutants-- [The Parallel Dimension; adalah perjalanan kelima mutan itu dalam dimensi paralel, dan secara tidak sengaja menemukan seseorang yang ternyata adalah kunci terkuat untuk mereka semua.] Setelah kiamat men...