Chapter 17: It's Hurt

3.8K 276 3
                                    

Sudah dua hari Mama Lana dan ibunya Bian pamit pulang ke Indonesia. Demam Kei sudah menurun. Dan selama dua hari Bella tidak bisa tidur karena Kei rewel dan ia tak sempat mengerjakan tesisnya.

Malam ini pergantian tahun baru. Ia duduk di kursi yang terletak di samping jendela sambil merangkai tesis dalam laptopnya. Saat ia tengah fokus mengetik, kumpulan kembang api mengudara di langit Leeds menandakan pergantian tahun.

"Ck," ucapnya kesal. Ia paham, sebentar lagi Kei pasti bangun karena mendengar suara berisik dari kembang api.

Benar saja. Kei mulai menangis karena kaget mendengar suara letupan kembang api. Bella menutup laptopnya dan melepas kacamata. Ia menggendong Kei dan memberikan dotnya. Tapi Kei menolak, tangisannya semakin kencang.

"Keiko bisa diem nggak sih! Nanti keluarga Johnson bisa bangun. Mama capek, sampai sekarang belum tidur!" Amarah Bella pecah. Stres menutupi akal sehatnya. Kei yang kaget semakin menangis.

Bella meninggalkan Kei yang masih menangis di tempat tidur. Ia menuju dapur untuk mengambil minum.

"Bella kebangun sama kembang api ya?" Tanya Tante Aileen.

"So, sorry Aunty. Apakah kalian terbangun karena tangisan Kei?" Tanya Bella segan.

"Nggak kok. Bell, are you tired? Wanna share something to me? Let's talk in outside. Sebelumnya, Aunty mau tidurkan Kei dulu ya. Biar nangisnya berhenti dulu. Boleh?" Ucapnya.

"Boleh, Aunty. I'll wait you in the outside," katanya.

Setelah lima belas menit kemudian Tante Aileen menghampiri Bella di teras depan rumahnya. Ia mendapati Bella duduk termenung. Matanya yang sayu, menatap ke arah langit dengan pandangan kosong.

"Pakai selimut, Bell. Nanti kedinginan," ujar Tante Aileen.

"I was losing my mind. I'm depressed because I got the pressure from many people. Tanpa sadar, aku jadi melampiaskan amarah pada anakku sendiri," kata Bella.

"Tante tau perasaan Bella. I gave birth at 24 years. Be a new mom in a young age is pretty difficult. Teman-teman sepantaran kita sibuk have fun, kita sibuk mengurus anak. But I realized after listening to my mother's advice. Tangisan bayi yang memekakkan telinga kita adalah impian bagi orang-orang yang tidak memiliki keturunan."

Ucapan Aunty Aileen menyadarkan Bella. Ia pun teringat ucapan Mama Lana, bahwa di balik rasa lelah merawat anak, tersimpan banyak pahala besar yang terus mengalir.

"Kalau Bella capek, Bella bisa liburan dan menitipkan Kei pada kami," ujarnya.

"Thank you, Aunty. Bella dapat pelajaran berharga malam ini."

Dua minggu setelahnya, Bella mendapat ajakan trip ke London selama 5 hari dari teman-teman kampusnya. Awalnya ia menolak, tapi Tante Aileen meyakinkannya untuk ikut. Ia akan menjaga Kei selama Bella pergi.

🍃🍃🍃

Di perjalanan menuju London.

"Aduh, tau gitu gue nggak ikut," keluh Bella.

"Sorry, Bey. I really don't know if we join holiday with Renatta and her gang," bisik Azura Frederica Frigg, teman Bella dari Belanda.

Awalnya, Bella hanya pergi bersama tiga orang teman dekatnya. Azura, Shin Sun-ji dari Korea, dan Agatha Liang dari Singapura. Agatha yang berteman dengan Iva, sahabat Renatta diajak bergabung dengan trip geng Renatta yang sama-sama bertujuan ke Chizwick, London.

"Hai Bell, bete banget keliatannya," sapa Bian.

"Nggak apa, Bi. Gue dipaksa tiga manusia ini untuk ikut liburan," balas Bella sambil menunjuk tiga orang kawannya.

"Haha, sama. Gue juga nolak, tapi Rena bilang kalo Doni pulang ke Indo minggu lalu, nggak seru kalo cuma ngajak Iva dan Marco. Terpaksa deh gue ikut," kata Bian.

"Ya elah kalo tau lo juga ikut, gue yang nyesel kali Bell," gumam Renatta.

Sesampainya di distrik Chizwick, mereka pergi ke sebuah rumah sewa yang cukup besar untuk menaruh barang. Bella akui, dengan bertambahnya jumlah orang yang ikut trip, ia tak perlu merogoh kocek yang terlalu besar untuk tempat menginap. Bahkan untuk Toyota Alphard yang mereka naiki adalah mobil pribadi Renatta.

🍃🍃🍃

"Pantas Zura memilih sekamar dengan Agatha, they are a night person. And we are a morning person," canda Sun-ji.

"Ya, pasti sekarang mereka masih tidur. Padahal satu jam lagi kelas online dimulai. Let's go outside, biar belajar kita nggak boring," kata Bella.

Bella bersiap-siap untuk pergi. Ia mengenakan turtleneck abu rok panjang berwarna pink lavender dan hijab berwarna senada. Tak lupa ia membawa laptop.

Mereka berjalan kaki menyusuri distrik Chizwick, tibalah mereka di salah satu book shop tertua di distrik itu.

"Sun-ji, mampir bentar ke sini ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sun-ji, mampir bentar ke sini ya. Kali aja ada buku bagus," kata Bella.

"No problem," balasnya.

Sun-ji duduk di bangku sambil menatap ke arah laptop. Pandangannya mendadak ke arah depan toko buku.

"Hey, Bey. I see Bian and Renatta coming here."

"Biarin aja. Kita fokus sama kelas. Gue udah nemu buku nih," kata Bella.

Benar kata Sun-ji, mereka datang dan duduk di bangku depan Bella.

"Hai teman-teman," sapa Bian.

"Hi, Bian. C'mon sit with us," balas Sun-ji.

Bella mengacuhkan sapaan Bian. Matanya tertuju pada layar laptop memperhatikan penjelasan dosen. Namun ia tak dapat konsentrasi, ia masih merasa bersalah telah membentak Kei pada malam itu. Di sisi lain hatinya gusar melihat Bian datang dengan Renatta.

Selesai kelas ia meninggalkan tempat, disusul oleh Sun-ji, meninggalkan Bian tanpa mengatakan sepatah kata pun.

"Gue kenapa sih? Kok marah aja bawaannya?" Gerutu Bella.

Bersambung~~

Ya elah Bey, nggak peka amat sama perasaan sendiri 🤭

Oiya, hai teman-teman. Maap banget hampir dua bulan nggak update. Gimana kabar kalian? Smg sehat-sehat aja ya.

Doain author sehat terus, banyak ide, jadi bisa cepet ngelanjutin chapter berikutnya. Tetep sehat, jangan lupa tetep mematuhi protokol kesehatan ya gais...

Smg kita semua dijauhkan dari virus Corona. Aamiin...

See u next chapter ya, In syaa Allah 🖤

I'm Not A Perfect Mother [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang