Bella mematut wajahnya di cermin. Ia mengenakan dress panjang berwarna monokrom dan hijab instan berwarna hitam. Ia tak memoles wajahnya dengan riasan apapun. Lipstik saja tidak. Namun ia masih mengenakan lip balm untuk menjaga kelembaban bibirnya.
Hari ini pria itu akan datang. Seorang pria yang ingin berkenalan dengan Bella, yang juga merupakan teman dekat dari tetangga Bella akan datang untuk berkenalan lebih jauh dengannya.
Sebenarnya ia kurang sreg. Dari awal banyak hal yang Bella tak suka dari pria itu. Attitude salah satunya. Selain itu pekerjaan yang ia jalani saat ini bersinggungan dengan riba.
"Bell, Mama boleh masuk?"
"Boleh, Ma. Kenapa?" Cakap Bella sambil mengoles minyak telon ke punggung putrinya yang baru saja mandi.
"Mama minta maaf sebelumnya, Mama nggak ada niat memaksa Bella untuk segera menikah. Di pikiran Mama saat ada yang mau kenalan sama Bella sebatas agar Bella punya banyak teman, ya siapa tahu jodoh. Kalau memang tidak berjodoh, Bella nggak rugi karena bisa kenal dengan banyak orang dan mungkin bisa menambah relasi juga.
Tapi saat melihat laki-laki itu Mama seketika merasa bersalah karena membiarkan dia masuk ke kehidupan Bella. Dia ternyata kurang baik sikap dan perilakunya. Belum jadi suami Bella tapi sudah menuntut macam-macam. Mama juga nggak sreg dengan pekerjaannya. Maafin Mama ya."
Bella tersenyum simpul. "Nggak apa-apa kali, Ma. Kan dengan begini Bella jadi tau karakteristik macam-macam orang."
Tak lama kemudian bel pintu berbunyi, menandakan orang yang dibicarakan sedari tadi telah tiba.
"Tenang ya, nak. Kalau orang itu pembicaraannya ke arah serius, Bella nolaknya halus dan secara baik-baik ya. Supaya orang yang bersangkutan nggak tersinggung. Mama ada di kamar sambil mengamati. Kalau ada apa-apa Mama langsung keluar."
"Oke, Ma. Kei aku bawa ya." Bella lantas menggendong putrinya. Tak lupa ia memasangkan hijab ukuran batita pada putri kecilnya.
🌷🌷🌷
Sudah satu jam Bella mendengarkan obrolan ngalor ngidul dari pria itu. Obrolannya tak jauh-jauh dari pekerjaan. Betapa ia bangga menceritakan pekerjaannya. Sesekali ia mencuri pandang ke arah Kei. Sambil memuji putrinya, ia juga berseloroh seolah sedang mempromosikan dirinya yang senang terhadap anak-anak.
Reaksi Bella? Jangan ditanya. Ia hanya senyum seadaanya, dan hanya bicara saat ditanya. Ia begitu bosan, dan lapar. Kei bahkan sudah terlelap setengah jam lalu. Beruntung pesan dari seseorang menyelamatkannya dari situasi ini.
"Bey, aku udah di depan pagar."
Alhamdulillah, Bella mengelus dada.
"Langsung masuk aja, Bi. Makasih ya, mau bantuin gue lepas dari situasi ini."
"Sans ae lah. Aku juga kangen sama Kei. Aku langsung masuk, ya."
"Oh iya, Bella. Kapan-kapan kamu mau saya ajak makan malam? Berdua saja tapi ya, nggak usah sama anak kamu," ujarnya.
Bella berusaha menampilkan raut muka datar. Sejatinya ia tersinggung. Baginya, jika seseorang benar-benar tulus mencintainya, ia harus mencintai putrinya terlebih dahulu.
Cukup sudah! Ia merasa muak. Nyaris saja emosinya membludak hingga akhirnya orang yang ia tunggu sudah ada di depan pintu.
"Assalamualaikum, Bey?" Sapa orang tersebut.
Wajah Bella sumringah. "Wa'alaikumussalam," ujarnya.
"Kei bangun, ada Popo Bian tuh." Ia sengaja menekankan kata Popo. Biasanya ia mengatakan Om Bian.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not A Perfect Mother [SELESAI]
ChickLitBella Aghnia Zanna adalah mahasiswi jurusan Psikologi di sebuah universitas ternama di Jakarta. Kehidupannya berubah drastis setelah ia menemukan seorang bayi yang dibuang di depan masjid kompleks rumahnya. Pernikahannya dengan sang kekasih, Erlang...