10.30 AM
Ditandatangani oleh kedua pemimpin perusahaan, surat kontrak yang baru muncul di layar putih belakang Nagen. Sesuai dengan salinan yang dibawa Nagen dalam wujud fisik kertas itu.
"Ini kontrak yang baru," Nagen mengarahkan lasernya ke judul presentasi hari itu.
"Aku sudah mengirimkannya pada kalian. Cermati selagi aku pergi ke CEO."
Farraz dan Farhan mulai mencermati isi perjanjian, sementara Valora sibuk membaca revisi-revisi kerja sama antara Damanik Corp dan Shiba Company. Banyak ketidakstabilan yang sudah diperbaiki tapi ia tidak tahu mengapa bisa terjadi.
"Nagen, aku ingin bertanya," Nagen yang baru masuk lagi ke ruangan mengangkat alisnya. "... kemarilah sejenak."
Sebuah berkas mengarahkan pada The Red Plague Cases. Sebuah kumpulan berkas yang dianggap orang-orang terkutuk, bahkan oleh mereka, agent-agent terpilih negara. Bukan tentang berkasnya, tapi tentang apa yang terjadi saat itu.
Roses Plague / The Red Plague terjadi beberapa tahun dan sukses melenyapkan banyak orang dari muka bumi dan mengurangi penduduk dengan sangat pesat. Sebuah pulau bernama Athereio menjadi pengasingan untuk mereka-mereka yang terkena Plague ini.
Plague sendiri memiliki arti wabah. The Red Plague adalah wabah yang membuat semua orang alergi dengan cahaya berwarna merah dan sangat sensitif dengan makanan yang mengandung garam serta gula berlebih.
The Red Plague sukses dianggap sebagai pembunuh dari bunuh diri massal di beberapa negara yang terkena dampaknya. Dan bahkan dianggap sebagai alasan konkret mengapa terjadi beberapa peperangan besar di permukaan tanah ini.
"Kenapa berkas ini dikeluarkan lagi?"
- LOYALTY -
"Hey, aku membawa berkas baru. Perusahaan memperbarui kontraknya!" Semua kompak menoleh pada pemuda yang baru saja datang.
"Telat. Sangat telat, sungguh telat." Desis Varen sembari memasang senyum terpaksanya.
"Oh?" Pemuda tadi duduk di sampingnya. "Bagaimana bisa aku telat?" Tanyanya dengan polos.
"Karena berkasnya sudah dikirimkan oleh Valora pada Varen, tentu saja Varen membagikannya pada kita." Ucap Nabiel sembari menggedikkan dagunya pada Laptop Varen yang masih menyala.
"Ah ... begitu rupanya, maafkan aku, hehe. Tadi ada sedikit kendala di lapangan." Pemuda itu segera duduk di samping Alexan.
"Ah... Sudah ada versi online-nya juga ya. Perusahaan hanya ingin membawakan versi offline nya untuk ditandatangani."
Alexan yang semula fokus pada laptop-nya pun beralih pada pemuda tadi. Menatap serius pemuda itu tanpa mengeluarkan suara. Mendapatkan apa yang ia ingin katakan, Alexan bersuara,
"Ngga, sumpah, tapi perasaan kita udah pernah nanggapin kasus The Red Plague deh, kapan ya?"
Angga, pemuda yang sejak tadi tak disebut namanya itu, hanya mengangguk mengiyakan tanpa membuka mulutnya. Tapi ia menoleh dengan tatapan aneh pada Alexan. Gesture jika ia tidak menyukai topik pembicaraan itu.
"Oh iya, 10 tahun yang lalu kan?" Tanya Varen.
"Nah iya!" Alexan mengangkat jari telunjuknya setuju karena akhirnya ia mengingatnya.
"10 tahun yang lalu? Oh... Saat kita dipaksa masuk Academy Of Red Plague?" Tanya Nabiel balik. Varen mengangguk.
"Ah ... kenapa lagi, sih?" Varen menggeser laptopnya ke hadapannya.
"Menurut perusahaan, The Red Plague sangat memungkinkan kembali berdasarkan kasus-kasus terbaru."
"Hubungannya dengan ... kita?"
- LOYALTY -
"Kapan? Kau bertugas saat itu. Kita semua," Farraz menyipitkan matanya. Ia tak sedikitpun ingat bahwa ia bekerja saat Plague datang.
"Dari Academy Of Red Plague I. Kita berangkat untuk menjadi perwakilan mereka," Farraz semakin diam.
Ia benar-benar tidak ingat apapun tentang The Red Plague. The Red Plague terjadi selama tiga hingga empat tahun di beberapa belahan dunia. Serta sukses dianggap sebagai alasan mengapa banyak sekali orang yang mati dan penurunan drastis manusia pada suatu kota atau negara.
"Kita bertugas, Farraz. Dari Academy Of Red Plague, Angkatan Pertama. Kita terpilih untuk memasuki Academy yang lebih tinggi untuk mencari penawar dari wabah itu. Aku heran kau bisa melupakannya. Bagiku, itu mimpi buruk yang masih terus bertahan dalam memoriku."
Valora menatapnya dengan tatapan tidak yakin. Tapi dari tatapan kosong Farraz, Valora tahu, Farraz tidak berbohong. Ia benar-benar lupa semua hal tentang The Red Plague. Valora berakhir menghela nafas pelan, menepuk pundak Farraz.
"Tak apa, tak perlu kau ingat. Itu mimpi buruk kita semua. It's truly a very-very unwanted nightmares," Valora menatap tangannya yang ia gunakan untuk menepuk Farraz.
"Ah ... tapi aku rasa itu sangat penting untuk mengingat detail kejadian. Karena kita akan menghadapinya, lagi."
Nagen yang mendengarnya mengubah tampilan di layar putih itu. Membuka berkas cadangan tentang The Red Plague. Menatap satu-satu rekan kerjanya itu, tak bersuara. Tatapan matanya cukup untuk menjawab itu semua.
"Ah ... aku akan berbagi cerita sejenak. Boleh?" Tanya Valora. Ini kejadian yang sangat langka. Langka ketika Valora yang dingin mau bercerita duluan.
"Tentu, tentu saja boleh, silahkan."
- LOYALTY -
"Hubungannya adalah karena kasus itu kembali. Kita adalah anggota garda terdepan kala itu. Mereka menganggap kita telah memiliki tingkat imunity yang kuat pada wabah yang sangat mungkin untuk kembali," Jawab Angga sembari membalikkan kertas yang ia bawa tadi.
"Mungkin ... ada juga alasan lainnya. Tapi aku tidak yakin apa."
"Alasan lain ya ... hah ... it's a nightmares. Unwanted one, of course." Ucap Varen kemudian menyandarkan tubuhnya ke sofa.
"Aku tidak suka dipilih lagi untuk kasus ini." Alexan tersenyum kecut mendengar ucapan Varen. Jujur saja, ia juga tidak senang.
"Aku ... aku tidak yakin bisa atau tidak. Tapi mungkin kalian bisa mengajukan pengunduran diri dari kerja sama, aku bisa membantu mencari pengganti kalian."
Celetukan Nabiel sukses membawa keheningan sekali lagi. The Red Plague akan selalu menjadi bayang-bayang yang menyeramkan. Bahkan masih terus menjadi nightmares yang tidak diharapkan oleh mereka-mereka yang maju sebagai garda terdepan saat itu.
"Tapi kita tetap anak-anak. Sampai hari ini, kan?" Semua menatap Alexan. Alexan benar, mereka baru saja masuk Universitas. Bahkan usia mereka baru memasuki kepala dua.
"Mungkin justru karena kita adalah anak-anak itu." Tekan Nabiel di kata anak-anak yang ia sebutkan.
"Kenapa? Masih banyak anak-anak lainnya yang lebih berprestasi dan lebih imune pada wabah ini. Kenapa harus kita?"
Semua kembali dalam kesunyian usai bentakan Alexan. Seakan dunia berhenti berputar, tidak ada suara lainnya.
"Kita berbeda dengan mereka, nobody's same. Including us and them."
- LOYALTY -
![](https://img.wattpad.com/cover/269530221-288-k356367.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
LOYALTY [ ENDED ]
Mystery / ThrillerKesetian itu, seperti mawar hitam rupanya. Started at 15 May 2021. Ended at 15 June 2021. Rombak (Revisi) at 15 June 2022.