4. Profile Garda Terdepan

69 13 1
                                    

12.39 PM

Valora menggeser kursi di samping Nagen dan menggerakkan tangannya dengan gestur memanggil agar teman-temannya yang lain duduk mendekat.

"Ini benar-benar bukan cerita yang menarik. Tapi aku rasa kalian perlu tahu."

Valora meminjam laptop Nagen dan masuk dalam suatu website yang tidak terlihat aman. Tapi Nagen benar-benar masa bodoh dengan apa yang Valora lakukan. Ia bisa beli laptop lagi jika laptop itu rusak atau dihack oleh seseorang, tanpa ba-bi-bu.

"Sepuluh tahun yang lalu ... saat itu usiaku tiga belas tahun. Hampir semua dari kita sudah di atas sebelas tahun. Nagen sebagai anggota paling muda di antara kita, baru saja menginjak usia sembilan tahun."

Valora membuka salah satu foto dari website itu. Orang-orang dalam foto itu tubuhnya sangat kurus, kering, matanya merah seperti darah lah yang akan mengucur jika ia menangis. Foto itu berwarna, hanya tidak terlalu cerah, bak memfoto dunia monokrom hitam putih.

"Kenangan yang buruk..." Valora menggeser foto itu menuju foto lainnya.

Sebuah foto yang menampakkan beberapa anak kecil. Kebanyakan dari mereka tersenyum lemah atau terpaksa. Tak terlihat berdaya untuk bergerak satu meter lagi. Entah seberat apa yang mereka lalui dulu.

"Itu ... Farraz kan?" Farhan menunjuk salah satu anak yang berdiri di pojok belakang sembari memainkan masker yang berbentuk paruh burung itu.

"Itu aku!?" Farraz mendekat ke layar laptop itu. Tapi benar, itu memang dirinya.

"Ah ... aku tidak ingat apapun..." Valora tersenyum tipis.

"It's okay Raz, kita bisa bantuin nanti," Farhan merangkul Farraz guna menenangkannya.

"Ini, Nagen kan?" Sebuah foto yang hanya menampakkan satu anak dengan wajah pucat pasi dan tatapan yang dingin.

"Iya, itu aku." Nagen tanpa melihat pun sudah tahu foto yang mana yang di tunjukkan oleh Valora pada teman-temannya yang lain.

"Huh? Kau ingat betul semua kejadian itu ya?" Tanya Valora saat melihat sikap masa bodoh Nagen.

"Ya ... bagaimana tidak. Kalian garda terdepan, aku garda terlalu depan, mirip seperti sekarang, awalnya aku hanya diajukan sebagai profiler dari kematian-kematian yang terjadi, berakhir dengan aku turun ke lapangan." 

- LOYALTY -

"Hah ... aku setuju, tidak banyak yang tahu kasus ini, biarkan aku mengurusnya." Nabiel menggeser berkas itu dan menandatangani-nya.

"Fine, aku juga kalau begitu." Varen dan Angga menandatangani-nya setelah itu di lanjutkan oleh Alexan.

"Aku kembalikan ke kantor ya? Setelah itu aku akan kemari lagi, tenang saja." Angga berdiri dan mengambil berkas itu dari tangan Alexan.

Ia keluar Cafe dan suara motornya menggerung memecah kesunyian.

"Itu sedikit gila, ya ... kita berharap tidak pernah kembali ke masa itu. Tapi yang terjadi justru sebaliknya," Ucap Nabiel kemudian sibuk sendiri dengan Handphone-nya.

"Hey, kalian sadar tidak? Angga terlihat muram sejak pertama kali datang." Celetuk Alexan dengan tatapan penasarannya.

"Ya ... aku tahu. Dia selalu datang tepat waktu kemudian mengomeli yang terlambat. Tapi hari ini, dia sangat berbeda." Jawab Varen sembari mengingat-ingat tentang sifat dan sikap Angga yang berbanding terbalik hari itu.

"Ah sudahlah, tidak usah dipikirkan, kalian pulang tidak? Ini sudah sangat sore. Alexan, jangan lupa bawa peralatanmu besok. Kita akan berkumpul di Damanik Corp. Varen, kau juga!"

LOYALTY [ ENDED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang