12. One Mate

28 11 0
                                    

11.20 AM

Valora sudah terdesak sekarang, dari sudut timur, seseorang menghadang dengan pistol dan pisau di tangan. Dari barat, seseorang menyiapkan senapan jarak dekat yang jelas bisa membunuhnya dalam satu tembakan.

Di utaranya, seseorang menyiapkan pisau di leher Nabiel yang terlihat sudah tak sanggup untuk bersusah payah melepaskan diri. Di selatannya, seseorang menodongkan pisau di kedua tangannya untuk Valora.

"Hm ... pahlawan kesiangan ya?"

Sosok dokter plague yang membawa sandera yaitu Nabiel tertawa terbahak-bahak, suaranya begitu besar menggaung di seluruh bagian hutan. Valora hanya bisa mengancam dengan satu pisau. Ia jelas kalah.

"Ckckck ... seharusnya kau bilang padanya untuk membawa senjata yang lebih modern setiap saat, dia ketua kalian, kan? Dia bisa kalah dalam satu kali tebas di tangan anak-anakku." Dokter itu berbicara pada Nabiel.

"Aku tidak memintanya datang sialan!"

Zrash! Jleb! 

- LOYALTY -

Dokter yang berdiri di timur Valora secara tiba-tiba tumbang dengan sebilah pedang yang tertancap di punggungnya dan menembus hingga dadanya. Darah mengalir dengan deras meski pedang itu tak di cabut.

Entah masih bernyawa atau tidak, yang jelas dokter itu tak lagi bergerak. Valora dan dokter yang mengancam Nabiel dengan kompak menoleh dengan tatapan horor. Darah menggenang dengan cepat.

ZRASH! Tertebas dengan begitu mudah, tangan dari dokter yang ada di utara Valora terlepas dan mengeluarkan darah seperti air terjun. Tak tertolong, cepat atau lambat orang itu akan mati kehabisan darah. Mata Valora melebar.

'Siapa yang melakukannya? Tajam sekali benda yang ia bawa ... dan ... sangat cepat...' Batinnya mulai was-was. Ia khawatir siapapun yang membunuh adalah orang yang tidak berpihak padanya dan tidak berpihak pada lawannya.  

JLEB! Tusukan pedang terakhir mengenai dokter yang berada di barat. Tidak terlihat ada orang di sekitar mereka. Benar-benar seakan hanya ada mereka tanpa ada orang lain. Dokter itu mengancam, karena ia satu-satunya yang tersisa.

"Aku akan membunuh kalian berdua! Sialan! Kalian menghabisi anak buahku!"

"Oh? Dua?"

- LOYALTY -

Srek! Srek!

"Aku khawatir kau bahkan tidak bisa membunuh satu di antara mereka tanpa seizinku." Sebuah suara menggema. Tapi entah asalnya dari mana.

"SIAPA KAU!? KELUAR! TUNJUKKAN DIRIMU!" Tidak ada balasan.

"Ckckck, tidak. Aku khawatir kau akan terkejut saat melihatku nanti." Suara itu tidak jelas asalnya dari mana. Ditambah dengan gema yang terjadi, tidak jelas pula siapa pemilik suara itu.

"KELUAR KAU PENGECUT!"

"Jika aku keluar dan kau terbunuh, apakah ada kata-kata terakhir yang ingin kau ucapkan? Mungkin ... untuk keluargamu atau rekanmu? HAHAHA!" Tawa nya begitu keras di tambah dengan gema yang ia ciptakan.

"KELUAR! AKU TIDAK AKAN TERBUNUH! AKU AKAN MEMBUNUH KALIAN BERTIGA!" Teriak dokter yang tengah mengancam Nabiel itu. Tapi tangannya yang bergetar kuat menceritakan hal lain.

"Ck, rupanya kau memaksaku." 

Suara itu tidak lagi menggema dan berasal dari satu arah. JLEB! Bugh!

LOYALTY [ ENDED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang