01.50 PM
"Ah sudahlah, tanda tangani ini. Cepat ya, aku ingin segera pulang, aku lelah..."
Nagen menyerahkan berkas baru yang sudah ia tanda tangani. Valora dengan cepat menandatanganinya sebelum dilanjutkan oleh Farhan dan Farraz. Berkas itu berputar cepat, kembali ke tangan Nagen.
"Aku bawa ini ke CEO. Kalian tidak boleh mengundurkan diri untuk saat ini. Tapi kalian bisa pulang sekarang, maaf merepotkan kalian untuk penandatanganan ulang."
Nagen menerima kembali berkas itu dan berdiri meninggalkan ruangan. Pintu terbuka dan tertutup dengan cepat. Meninggalkan Farraz, Valora, dan Farhan di ruangan dingin itu. Tampaknya ketiga pemuda itu juga sama lelahnya dengan Nagen.
"Hari yang melelahkan ... hah ... Raz, nanti kalo ada jadwal, kirim saja ya. Aku pulang duluan, sayonara!" Farhan menepuk pundak Farraz dan Valora sebelum pergi dari ruangan itu.
Farraz menatap Valora. "Em ... aku pulang juga Val, kau masih mau di sini?"
Ia berdiri dan merapikan berkas-berkas lainnya. Valora mengangguk sebagai jawaban.
"Aku pulang dulu kalau begitu, sampai jumpa esok, Valora."
Ia satu-satunya yang tersisa setelah Farraz pergi dari ruangan dengan setumpuk berkas di kedua tangannya. Tak sedikitpun keluhan keluar dari mulutnya tentang berkas yang sedari tadi ia pangku itu.
"Hah ... andai saja aku bisa menceritakan yang sesungguhnya..."
"Kau tidak perlu, mereka akan tahu suatu saat nanti."
"Hm? Cepat sekali, Nagen. Kupikir aku sendirian."
- LOYALTY -
Dok-dok-dok! Tidak ada yang membalas gedoran pintu itu. Tergesa-gesa, gadis yang mengetuk pintu itu memperkeras gedorannya. DOK-DOK-DOK! Tetap tidak ada balasan sedikitpun dari sang pemilik kamar.
"Ish, pakai ditahan segala," Dumel gadis itu sebelum mengambil ancang-ancang untuk mendobrak pintu itu.
"Satu... Dua... TIGA!" BRAK! Pintu itu terbuka dengan begitu kencang. Menampakkan kamar yang tidak terlalu luas beserta pemiliknya yang duduk diam di ujung kasurnya.
"Kak Nabiel? Oh ... kau di sini rupanya. Aku pikir kau sudah loncat dari jendela. Telingamu lama-lama tidak berguna dengan baik ya!" Protes seorang gadis kecil yang menghampiri pemuda tinggi yang tengah sibuk melamun dalam diamnya.
"Nashilla? Hai! Astaga, kau sudah pulang!" Nabiel tersentak keluar dari lamunannya dan segera memeluk erat gadis itu.
"Eh-eh! Sesak kak!" Nabiel melepasnya lalu nyengir tidak berdosa pada Nashilla yang tengah memasang wajah sebal padanya.
"Aih, kenapa kau tidak bilang jika pulang hari ini?"
Nashilla menggeleng. "Rahasia. Itu semua rahasia agar kau senang!" Nabiel tertawa ringan. Sebelum tiba-tiba air matanya menetes.
"Kak? Eh! Kak! Kenapa kakak menangis?" Nabiel tidak bisa menahan air matanya. Ia tidak tahu saat ini ia sebenarnya menangis atau bahagia.
"Maafkan kakak..." Tangannya mengenggam pelan tangan kecil sang adik.
"Maaf ... kakak ... astaga ... maafkan kakak, maafkan kakak..."
"Kak? Kenapa kakak minta maaf?"
"Maaf..."
- LOYALTY -
"Nagen? Kamu sudah pulang, cukup larut." Seorang pria lanjut usia menyambutnya dengan hangat.
"Ah ayah ... bunda ... kalian juga sudah di rumah," Nagen memeluk kedua orang tuanya.
"Kangen sama ayah, ya?" Nagen melepas pelukannya dan meninju pelan pundak ayahnya.
"Tidak usah terlalu narsis ayah, aku tidak serindu itu padamu, kita bertemu kemarin pagi." Sang ayah dan sang bunda hanya tertawa mendengar celetukan anak kesayangan mereka itu.
"Ayah, bunda, bagaimana pekerjaan kalian di luar sana?" Ayahnya tersenyum simpul.
"Tidak jauh berbeda dengan hari lainnya, putriku. Kenapa? Pasti ada sesuatu yang mengganjal di dalam hatimu, kan?"
Nagen tersenyum kecut, ia akan selalu tetap memilih untuk jujur meski itu cukup menyakiti perasaannya dan orang yang mendengarkannya. Helaan berat nafasnya sudah menjeda jawaban pertanyaan sang ayah.
"Aku akan kembali ke lapangan untuk The Red Plague," Ayahnya terkejut, tapi tetap mempertahankan senyumannya. Ia tahu, Nagen sedang serius saat ini.
"Apakah kamu akan kembali menjadi Dokter Spesialis Operasi Tunggal dimisi kali ini?"
Nagen menatap mata sang ayah dalam diam. Keduanya ada di jalur yang sama pada masa itu. Sang ayah, ia, dan sang bunda, ketiganya bekerja dibidang yang sama yaitu sebagai Dokter Spesialis Operasi Tunggal.
Bahkan adik satu-satunya saat itu sedang kuliah di luar negeri dan menjadi Dokter Pembantu Operasi Tunggal ketika kembali ke tanah kelahirannya. Tak jauh berbeda nasibnya dengan Nagen dan orang tuanya.
Operasi Tunggal sebenarnya bukan berarti dilakukan sepenuhnya oleh satu orang. Hanya saja operasi itu dilakukan pada satu orang dan penanganannya cukup intens. Hanya ada satu orang yang bisa menjadi Dokter Spesialis Operasi Tunggal di satu divisi pertahanan.
Mereka adalah The Doctor Nomor Seri 1, 2, dan 3. Sementara Dokter Pembantu Operasi Tunggal juga hanya ada satu di setiap divisi. The Doctor Nomor Seri 3, 4, dan 5 adalah Dokter Pembantu yang bertugas di tiga divisi yang berbeda.
Semua memiliki tingkat kekebalan tubuh yang berbeda. Akan tetapi kebanyakan The Doctor yang bekerja di pulau karantina yaitu Athereio adalah orang-orang dengan kekebalan tubuh tinggi dan rentang usia 7 hingga 18 tahun saja.
Itu sebabnya Nagen dan teman-temannya itu berada di sana. Karena dokter-dokter senior mulai berguguran dan sebagai siswa-siswi muda yang dianggap layak, mereka harus rela mengorbankan masa muda mereka dan menangani wabah yang terjadi pada masa itu.
Banyak yang tidak kuat dan berakhir terjangkit virus itu sendiri atau bahkan bunuh diri. Tidak akan ada yang tahu bahwa mungkin esok, dirinya lah yang masuk ke dalam peti besi krematorium.
Tidak ada yang tahu bahwa mungkin hari ini ia masih bisa memakan makanan yang lezat, ke esokannya, ia sudah kurus kering tak bisa memakan apapun karena penyakit yang disebabkan virus itu. The Red Plague adalah wabah yang mengancam.
"Ya ... aku akan tetap menjadi Dokter Spesialis Operasi Tunggal. Aku ... aku minta maaf ayah, aku tidak bermaksud kembali..."
"Hey, Nagen, tatap ayah, ada banyak yang harus kamu tahu sebelumnya..."
- LOYALTY -
"Tidak apa-apa Shilla, aku hanya bahagia, akhirnya kau kembali!" Suara Nabiel bergetar.
Ada ketakutan yang sungguh luar biasa dalam dirinya. Ketakutan yang selama ini ia pendam dalam-dalam. Ia tidak bisa memberi tahu sang adik. Ia terlalu muda unuk mendengar apa yang ia dulu dengar.
"Kak, berhentilah menangis, ih! Ayo makan, tadi sudah disiapkan di bawah! Kau tidak dengar, sih!" Nashilla berdiri duluan dan menggandeng tangan kakaknya.
Nabiel dengan terburu-buru menghapus jejak air matanya dan memaksakan sebuah senyuman. Nabiel punya alasan mengapa ia tidak melanjutkan pendidikannya ke jenjang kuliah. Karena ... ia tinggal di panti asuhan.
Kini ia menjadi salah satu pengasuh setelah menjadi anak asuh selama lebih dari 15 tahun di sana. Masa-masa kelam ia harus tinggal di sana berdesakan dengan orang lain yang tidak ia kenal memang sukses membuatnya menjadi Nabiel yang sekarang.
Tapi Nabiel akui, ia tidak menyukai keberadaan memori itu dalam kesehariannya. Karena terkadang memori itu lah yang mengganggu konsentrasinya ketika bekerja. Meski kini ia cukup menerima kenyataan itu, dan membiarkannya berlalu begitu saja.
"Maafkan kakak ... Shilla..."
- LOYALTY -

KAMU SEDANG MEMBACA
LOYALTY [ ENDED ]
Mystery / ThrillerKesetian itu, seperti mawar hitam rupanya. Started at 15 May 2021. Ended at 15 June 2021. Rombak (Revisi) at 15 June 2022.