9. Rencana Orang Lain

19 8 0
                                    

07.19 AM

"Hey, Farhan, kenapa mendadak sekali?" Tanya Valora yang baru saja tiba di basement dan memakirkan motornya.

"Uh ... ini ... kumohon, bawa pergi video ini dan tunjukkan pada agent lainnya. Itu ... pembahasan di dalamnya membuatku emosi, cepat bawa pergi saja!"

Valora menerima iPad dari Farhan. Farhan sudah menonaktifkan iPod-nya dan menyimpannya di tas, sehingga iPod Valora secara otomatis tersambung karena iPad itu adalah iPad perusahaan mereka.

"Hhh ... oke, aku dengarkan dulu baru aku akan pergi." Ujar Valora, menatap iPad itu.

Seseorang dengan seragam dokter wabah tengah berbicara dengan beberapa orang ber-suit mahal. Meski video itu baru saja dimulai, Valora langsung mengetahui tempat di mana orang-orang itu berbincang.

Setidaknya sebuah logo dan pemandangan dari jendela yang membuatnya dengan cepat mengetahui lokasinya. Tempat itu adalah salah satu laboratorium terbaik di negara mereka (pada masanya) yang terletak tepat di samping krematorium raksasa Athereio.

Ekspresi Valora juga tak jauh berbeda dari Farhan. Api kemarahan memenuhi tatapannya, wajah datar dan dingin itu menjelaskan segalanya. Percakapan di dalam video itu terlihat begitu serius dan hawa seram Athereio di sekitar mereka cukup mendukung pembicaraan.

"Aku pergi sekarang, Farhan. Minta yang lain bertemu di kantor Nagen. Aku akan mengirimkan lokasinya di grup."

- LOYALTY -

Farraz merasa pusingnya mereda, ia berbaring di atas kasur sementara Angga menatapnya khawatir dari ujung kasur. Merasa diawasi, ia membuka mata dan menatap balik Angga. Mengangkat alisnya saat melihat ekspresi khawatir pemuda itu.

"Sudah tidak terlalu sakit, kan?" Tanya Angga. Farraz mengangguk mengiyakan.

"Terima kasih, maaf merepotkanmu, Angga." Angga menggeleng kuat-kuat.

"Aku tidak pernah merasa di repotkan. Justru aku yang merepotkanmu dengan menumpang padamu selama bertahun-tahun lamanya."

Farraz tertawa kecil, menarik Angga dengan kuat agar pemuda itu juga hambruk. Bruk!

"EH!" Untung saja tidak meleset ke lantai.

"Valora meminta kita menemuinya di kantor Nagen. Cepat siap-siap. Tidak boleh karet. Aku akan memanaskan motor di bawah."

Farraz berdiri dari tidurnya dan segera turun ke parkiran rumahnya, meninggalkan Angga yang sempat melongo mendengarnya. Sebelum akhirnya segera berganti pakaian karena pakaian sebelumnya lusuh ia gunakan tidur di kasur Farraz sebelumnya.

"Ada apa lagi sih, perasaan dari kemarin ga enak mulu hawanya..." Gumam Angga sebelum menarik HP nya dari meja dan melesat ke lantai satu rumah itu.

"Raz! Tunggu bentar!" Angga memakai sepatunya sedikit tergesa-gesa.

Tapi ia menemukan sesuatu yang ganjal ketika sepatunya sudah nyaris sempurna di kakinya, membuatnya terhenti dari kegiatannya memasang sepatu. Matanya yang terarah pada benda asing itu tak beralih.

"Ini ... apa?" Ditariknya benda itu keluar.

Sebuah kertas lusuh dengan tulisan yang begitu acak-acakan terselip di bawah kotak sepatu yang ada di rak-rak sepatu itu. Entah tulisan siapa, tidak familiar dalam ingatan Angga. Tulisan Farraz maupun dirinya cukup rapi dibandingkan tulisan itu.

"Hng ... apaan ya? Baca nanti aja kali..." Angga menarik kertas itu perlahan dan memasukkannya ke saku jaketnya.

"Eh, bentar Ngga, ada yang ketinggalan. Tungguin dulu ya di sini!" 

LOYALTY [ ENDED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang