25. The Old Scar

34 6 0
                                    

07.12 AM

Varen menatap Valora dari kejauhan. Jadwal Nagen dan Valora semakin padat setiap saatnya. Membuatnya tidak lagi berkomunikasi dengan orang-orang di luar pekerjaannya. Varen bahkan hanya melihat Valora saat pemuda itu keluar untuk mengambil pasien operasi.

Nagen? Pada jam istirahatnya pun ia pergi menuju Laboratorium untuk melanjutkan penelitiannya. Tak ada seorang pun yang sempat menanyakan kabar pemuda itu.

Bak tidak makan ataupun minum, Valora dan Nagen bolak-balik keluar masuk ruang operasi. Topeng berparuh keduanya tak pernah sekalipun lepas dari wajah itu. Herba-herba untuk keduanya terus berdatangan karena habis dalam waktu yang cepat.

Tubuh Valora semakin kurus, meski fisiknya tetap sanggup bekerja, bisa saja mentalnya telah terganggu oleh rasa lapar yang menggerogoti tubuhnya. Nagen sendiri tak peduli lagi dengan keadaan fisiknya yang mulai tak karuan.

Nagen menyelesaikan penelitiannya dalam diam. Keluar masuk laboratorium dan ruang uji coba, lagi pula hanya ia yang memiliki akses menuju ruang uji coba. Uji cobanya kali ini melibatkan senyawa berbahaya yang sebenarnya dapat membunuh manusia.

Tapi menurutnya, hal itu adalah satu-satunya hal yang bisa membunuh atau melawan Red Plague yang sudah masuk ke dalam tubuh seseorang. Semua menjadi bahan uji cobanya. Manusia, organ vital, hewan kecil, hewan buas, dsb.

Sudah 20 penjahat kelas kakap yang seharusnya terkena hukuman mati tembak atau gantung kini tewas di atas meja operasi-nya. Dengan luka yang menganga entah karena operasi yang gagal atau bahkan memang tidak diselesaikan oleh Sang Dokter.

Setidaknya masih ada lebih dari 30 orang lainnya yang menunggu Nagen mengambil nyawa mereka. Mereka tahu bagaimana nasib mereka nantinya, tapi mereka tidak akan pernah tahu sekasar apa pemuda itu.

Eksperimennya akan terus berlangsung, tanpa rasa manusiawi. 

- LOYALTY -

Tangannya sudah mengangkat pisau sesaat sebelum radio bersuara dengan keras.

"Pasien meninggal dunia atas kasus wabah The Red Plague telah menyentuh lebih dari 1.000 Jiwa dimana Krematorium Kota mulai kewalahan hingga suhu kota naik hingga 45 derajat celcius,"

Mengenaskan sekali, kan?

"Athereio juga telah memaksimalkan pembakaran jenazah hingga suhu di pulau itu sendiri mencapai 49 derajat di luar ruangan."

Helaan nafas pemuda itu berhenti sejenak. Kepalanya memikirkan sesuatu yang gila. Jauh lebih gila dari seperti apa ia berpikir sebelumnya. Tapi ia jelas tidak bisa berhenti sampai sana begitu saja.

Tangannya meletakkan kembali pisaunya dan melepas sarung tangannya. Meraih handphone-nya dan menghubungi seseorang yang entah siapa. Jari jemarinya mengetik cepat di layar kecil itu, mengirim sebuat pesan.

Setelah pesan itu terkirim, ia tak menunggu balasan dan segera meraih kembali sarung tangan beserta perlengkapan operasi yang ada di dekatnya.

Ekspresinya kaku datar tapi jauh di dalam, tatapannya sangatlah sendu. Ia seakan tengah berusaha menutupi sebuah rasa sesal yang ada di dalam hatinya. Yang entah karena apa.

Tok! Tok!

"Nagen?" Pemuda yang tengah mengoperasi korban-nya itu menoleh ke arah pintu Lab yang terbuka.

"Oh, Valora, duduklah, aku akan selesai dalam 15 menit." Valora masuk dan menutup pintu lab.

Sebenarnya keduanya tidak perlu menggunakan protokol ketat ketika tiba di lab. Setidaknya 'tidak perlu' karena mereka hanya akan berhadapan dengan mayat kaku, obat-obatan, dan peralatan operasi lainnya.

LOYALTY [ ENDED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang