8. Dalam Renung Penyesalan

34 11 0
                                    

12.00 AM

Jika kalian ditanya, wahai Agents ... apa penyesalan kalian pada saat masih bertugas?

"Satu-satunya penyesalan terbesar yang aku rasakan adalah aku gagal menyelamatkan mereka yang begitu aku sayangi." - Nomor Seri 21.

"Penyesalan? Pada saat itu? Ah, aku gagal menyelamatkan mereka," - Nomor Seri 3.

"Penyesalan ya ... banyak sih. Salah satunya mungkin karena aku tidak bisa memberi kesempatan mereka hidup lebih lama." - Nomor Seri 33.

"Aku ... aku merasa bersalah karena aku tidak berkorban banyak hal, aku egois." - Nomor Seri 39.

"Pengorbanan kami sangat minim, kami semua merasa gagal." - Nomor Seri 19.

"Penyesalan terbesar adalah membiarkan orang-orang terdekat kami terjangkit, dan gagal membawa mereka keluar dari ikatan itu." - Nomor Seri 30.

"Penyesalan ya? Hanya satu hal. Karena aku membiarkan penyakit itu masuk ke kota kami terlalu lama." - Nomor Seri 41.

"Pada saat bertugas? Penyesalan ya ... aku belum menjadi Nomor Seri 1 yang benar-benar mampu. Aku jauh lebih buruk dari ekspetasi mereka." - Nomor Seri 1.

Semua mengatakan hal yang sama. Nabiel, Valora, Varen, Farraz, Farhan, Alexan, Angga, dan Nagen, penyesalan mereka memang hanya berinti pada satu hal. Karena mereka tidak bisa menjadi seperti yang ekspetasi orang.

Banyak yang gugur di lapangan saat itu.

Banyak yang gugur saat bertugas. Hanya saja mereka  ini beruntung dan dapat bertahan.

- LOYALTY -

Farhan telah selesai bertugas di lapangan untuk kasus pembunuhan dan perampokan yang terjadi malam sebelumnya, meski tidak berlaku bagi Nagen. Kepolisian memutuskan untuk melanjutkan penelitian mereka di dalam ruang tertutup karena cuaca memburuk.

Nagen pergi menuju rumah sakit, ia akan melakukan operasi bedah jenazah bersama kepolisian guna penyelidikan identitas korban. Farhan sendiri memutuskan untuk tetap mengikuti Nagen karena ia tidak memiliki pekerjaan lain.

"Hey, Nagen, apakah itu tidak menyeramkan untuk memotong atau melepas bagian tubuh mereka?" Tanya Farhan.

"Aku rasa itu bukan hal menyeramkan meski untukmu, Farhan, kan?" Farhan tersenyum sebagai jawaban awal.

Ia juga tidak takut karena menjadi profiler sudah cukup memberikan pengalaman seperti itu. Sudah ribuan kematian ia saksikan melalui kedua pupil hitam legam itu. Ratusan tubuh tanpa identitas ia sentuh dengan tangan panjangnya itu. Kehidupan yang tak menyenangkan.

"Ya, tentu saja, aku rasa menjadi profiler sudah hampir setara dengan itu, sedikit berbeda saja."

Nagen tertawa kecil mendengar jawaban Farhan, "Yeah, kau harus coba ruang operasi setelah ini."

Clack!

Seorang resepsionis dan beberapa suster memasuki lorong tempat keduanya berbincang, tepat sesaat setelah Nagen tertawa ringan. Sosok pemuda itu langsung menoleh ke sumber suara, membuka mulut guna berbicara.

"Selamat siang, bisa saya tanya ruang otopsi mana yang digunakan untuk korban 339? Saya ingin segera menyelesaikan agenda saya hari ini." 

Ekspresi Nagen berubah drastis saat menghadap ke resepsionis. Wajah ramahnya saat berbicara dengan Farhan hilang begitu saja bak ditelan oleh situasi menegangkan di antara karyawan-karyawan rumah sakit. Membuat Farhan menelan ludah melihatnya.

LOYALTY [ ENDED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang