Setelah kejadian pernyataan cinta tak langsung Arav, maka keduanya kini menjadi semakin dekat.
pulang pergi bersama, dan belajar sampai malam di perpustakaan rumah Arav maupun perpustakaan kota.
seperti sekarang, keduanya tengah sibuk dengan banyaknya buku di hadapan, sesekali Kaili akan bergumam kecil membuat Arav tersenyum karenanya.
"serius sekali." tegur Arav yang tengah bertopang dagu.
Kai mendongak, lalu tersenyum lebar dan mengangguk, "harus serius agar materinya masuk"
"kapan testnya akan dilaksanakan?" tanya Arav yang mulai menutup bukunya.
yang lebih manis meletakkan pulpen pada pelipis, membuat pose berpikir yang sangat menggemaskan di mata Arav.
"dua minggu lagi. dan selembaran untuk ikut seleksi akan dibagikan minggu depan." ujar Kai.
Arav mengangguk, "mari berkemas, sudah cukup sore"
Kai menurut lalu mulai mengemas buku yang berserakan pada meja perpustakaan kota.
"langsung pulang?" tanya Kai saat keduanya tengah meletakkan buku pada rak semula.
"memangnya mau kemana lagi kamu?"
"kemana saja, mencari angin segar mungkin?"
"hari minggu saja, mau?" tawar Arav.
Kai mengangguk, "boleh!"
pemuda Dikhara itu lantas tersenyum dan menggandeng lengan Kai untuk dibawa keluar setelah selesai menyusun buku.
dua anak adam berjalan beriringan menyusuri jalan yang cukup padat akan pengendara kendaraan.
keduanya lalu naik ke dalam bis yang akan mengangkut mereka kembali ke rumah masing-masing.
"selain bisa membuat transportasi, mimpi mu itu apa Kai?" tanya Arav saat keduanya kini telah duduk berdampingan di dalam bis yang melaju.
Kai menoleh, "aku bermimpi jika ada seseorang yang akan menyerukan pernyataan cinta pada telinga kiri ku"
Arav tersentak, mengedip kaku karena nyatanya ia telah menyerukan pernyataan suka pada telinga kiri Kai berkali-kali.
"m—mengapa ingin seperti itu?" tanya Arav sedikit kaku.
namun sebelum sempat Kai menjawab, Bis telah berhenti di terminal dekat rumah Kai.
membuat Arav mendesah frustasi karena ia belum mendapat jawaban atas pertanyaan.
Kai tersenyum lebar, lalu bangkit dari duduknya. "karena kata orang, telinga kiri itu dekat dengan hati, maka seruan cinta akan cepat untuk turun ke sana"
Arav menahan tangan kiri Kai dan menariknya pelan, membuat pemuda coklat itu merunduk pelan.
"saya cinta kamu" bisik Arav tepat di telinga Kai dan melepaskan tangan yang semula ia genggam.
lalu dengan cepat, pemuda manis itu berterak untuk turun. meninggalkan Arav yang tersenyum geli karenanya.
Arav menoleh, menatap Kai yang masih menatap dirinya yang terhadang oleh kaca bis.
"hati-hati, sampai jumpa!" ujar Kai riang.
pemuda Dikhara tak bisa menahan senyum miliknya yang merekah begitu lebar, "dirimu juga"
maka sore ini, dihabiskan Kai dengan berjalan kaki di bawah langit oren dan kepala yang memikirkan apa yang Arav bisikkan padanya.
Arav berjalan menyusuri jalanan yang terbentang sampai kerumahnya, hatinya masih menerka apa yang akan Kaili katakan jika ia mendengar pernyataan tadi.
pemuda manis dengan segudang prestasi, paras yang begitu menawan hati dan tutur kata lembut nan sopan yang berhasil membuat siapapun akan terkesan.
"Kaili Asoka Janari" bisik Arav.
otaknya bergerak mencari arti dari nama manis yang selalu berhasil menyulap dirinya menjadi manusia tak bertulang.
"anak yang makmur, berjiwa muda dan selalu dalam kesenangan hidup?", monolog Arav.
pemuda tampan itu terkekeh, melangkah melewati pagar besar rumahnya dengan senyum cerah.
"seperti namanya, maka ku harap Kai akan selalu berada dalam kesenangan hidup" ujarnya pelan.
"sudah pulang jagoan ayah?" sapa sosok bersuara berat dari ambang pintu yang baru saja Arav lalui.
pemuda tinggi itu terperanjat dan menoleh, "sejak kapan ayah di situ?"
"sejak kamu mendoakan Kai untuk selalu dalam kesenangan hidup" ujar Ayah menggoda.
Arav mendengus, "sudah pulang yah."
"kamu suka sama Kai ya?" tanya Ayah tepat sasaran.
pemuda Dikhara lantas meneguk ludahnya kasar, jantungnya berdegup kencang pertanda ia dilanda rasa panik dan takut.
"m—maksud ayah?" tanya Arav.
sosok gagah itu mengendikan bahunya acuh, "jika ndak suka kamu ayah jodohkan dengan varah"
"suka." jawab Arav tegas.
Ayah tersenyum, mendekat ke arah Arav dan mengelus kepala itu bangga jangan lupakan tepukan di pipi.
"maka tolong tegas dengan hati mu, suka ya sampaikan jangan jadi pengecut dengan terus berbisik pada telinga kirinya yang tak berfungsi" ujar Ayah.
Arav terbatuk, "ayah tahu dari mana?"
"sering melihat, cara mu aneh. ndak seperti itu cara mendekati orang yang kamu suka."
"setiap individu memiliki cara tersendiri, dan ini cara ku."
Ayah terdecih, "lamban, Kaili bisa aja lelah dengan perasaan sepihak"
"memangnya Kaili suka Arav?" tanya-nya sarkas.
pria paruh baya itu hanya terkekeh geli dan menggelengkan kepala heran, seraya beranjak meninggalkan Arav yang masih betah berdiri di ruang tamu.
Arav terdiam, "berarti ayah ndak masalah jika saya bersama Kaili?"
bibir itu tersungging sebuah senyuman tipis, "tak menyangka jika semudah ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Telinga Kiri [✔️]
FanfictionKaili tak bisa mendengar pada telinga kirinya dan Arav, sang pengecut yang selalu berbisik kata cinta pada telinga kiri Kai. ⚠️lokal ⚠️bxb ⚠️hajeongwoo