Hari pertama tiba di Jerman, Arav tak tahu bagaimana caranya untuk mendeskripsikan rasa yang tengah bersarang pada hati.
Kaili tampak begitu manis dalam lelapnya mimpi, hatinya berdebar tak menyangka jika keduanya akan ditempatkan dalam asrama yang sama bahkan kamar yang sama pula.
"manisnya" bisik Arav pelan dengan sebelah tangan yang sibuk mengelus surai legam itu sayang.
penerbangan dari Indonesia ke Jerman memang bukan waktu tempuh yang dekat, maka setelah sampai dan selesai dengan segala urusan, pemuda sepekat coklat itu langsung terlelap di kamar asrama.
meninggalkan Arav yang tengah dilanda malu yang luar biasa, ia akan berada dalam kamar yang sama dengan Kaili selama masa pendidikan ini.
"mau bergerak juga tak bisa" bisiknya geli karena sebelah tangannya digenggam erat oleh Kai.
mungkin si coklat tak mengenggam dengan sengaja, namun Arav tampak begitu menikmati tautan tangan keduanya.
sosok manis yang terlelap dalam mimpi ini penuh dengan misteri, bahkan Arav pun tak menyangka jika ia akan turut ikut pergi setelah penolakan demi penolakan yang Arav dengar.
Arav mulai mengedarkan pandangan pada penjuru kamar yang tampak cantik dengan gaja eropa.
semuanya serba sepasang, mulai dari meja belajar, lemari sampai ke kasur. namun tampaknya ia memiliki firasat bagus jika kasur yang akan digunakan hanyalah satu semata karena Kaili akan lebih sering tidur dengannya.
"eh—pikiran macam apa itu" bisiknya kesal dengan kepala yang menggeleng.
suara perut membuatnya menghentikan kegiatan, menoleh ke arah Kaili yang tidur dengan perut keroncongan.
"lepas sebentar ya, saya mau mencari makanan" bisiknya lembut dan menarik tangannya pelan dari genggaman Kai.
kepala itu tertunduk, mengecup pucuk kepala Kaili sayang dan mulai beranjak mengambil jaket dan beberapa lembar uang.
tubuh tinggi itu keluar dari kamar, menguncinya sejenak sebab takut jika ada siswa lain yang dengan jahil masuk ke kamar mereka.
ia mulai berjalan menelusuri lorong asrama yang tampak lenggang, mungkin beberapa siswa memilih untuk langsung beristirahat atau menghabiskan waktu diluar asrama.
Arav berdiri di rak paling ujung yang menjual berbagai macam roti, dirinya bingung akan roti mana yang ia beli untuk Kaili.
"kai sukanya yang mana ya" bisiknya pelan.
karena selama menjalin kasih pun, keduanya lebih sering menghabiskan waktu di kedai mie ayam dibandingkan berburu cemilan di toko roti.
"cari apa?" tanya seseorang bersuara lembut menggunakan bahasa Jerman.
Arav menoleh, mengerjap bingung karena bahasanya tak begitu fasih, atau mungkin belum, "huh?"
"where are you from?" tanya gadis cantik yang bandonya senada dengan dress selutut yang ia gunakan.
"Indonesia" jawab Arav dengan senyuman kecil.
gadis tadi mengerjap, rasanya begitu mendebarkan saat mendapat sebuah senyuman kecil dari pemuda tampan yang tak ia ketahui siapa namanya itu.
"sama berarti ya? nama ku Janna" kata gadis tersebut sopan.
Arav terkekeh, "oalah, orang Indonesia juga ta. salam kenal, saya Arav" katanya sopan.
Janna tersenyum, "mau cari apa tadi?"
"roti? saya bingung mau pilih yang mana" katanya jujur.
gadis itu mengangguk, "lebih baik cari yang di kasir saja. disitu lebih banyak pilihan roti"
"kamu sudah sering ke sini?" tanya Arav penasaran.
Janna tersenyum, "sudah rutinitas sejak setahun yang lalu. aku mahasiswa tingkat tiga"
"senior ya" bisik Arav sopan.
"ndak usah terlalu formal, panggil Janna saja juga boleh" katanya lembut.
Arav mengangguk, "baiklah"
matanya menatap banyaknya roti dengan varian memanjakan mata di dalam kotak kaca sebelah kasir.
"yang abon enak" kata Janna menginterupsi.
Arav terkekeh, "kalau begitu saya mau yang abon 4" katanya memesan dalam penjual dalam bahasa jerman yang sedikit kaku.
Janna tegelak, "lucu sekali bahasa mu"
KAMU SEDANG MEMBACA
Telinga Kiri [✔️]
FanfictionKaili tak bisa mendengar pada telinga kirinya dan Arav, sang pengecut yang selalu berbisik kata cinta pada telinga kiri Kai. ⚠️lokal ⚠️bxb ⚠️hajeongwoo