7

3.4K 851 113
                                    

Setelah acara makan siang tadi, Arav menarik Kai menuju ruang bermain yang terletak di lantai atas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah acara makan siang tadi, Arav menarik Kai menuju ruang bermain yang terletak di lantai atas.

"masuk." ujar Arav.

Kai mengangguk dan mulai masuk ke dalan ruangan yang cukup besar itu, matanya menelusuri setiap inci ruangan.

"baca buku?" tanya Kai pelan saat melihat beberapa rak buku yang tinggi menjulang.

Arav terkekeh. "kamu suka pesawat?"

"aku suka pesawat dan angkasa." ujar kai semangat.

pemuda tampan itu lantas duduk bersandar pada rak kayu di belakangnya, menepuk lantai sebagai kode agar Kai duduk di samping.

Kai menurut, lalu duduk bersandar pada rak kayu. "kenapa?"

"mengapa suka dengan angkasa?" tanya-nya pelan.

"seluruh isi dunia ini sebenarnya menarik, namun luar angkasa dengan kegelapan yang luas membuat ku jauh lebih tertarik." bisik Kai.

Arav tersenyum "tak ingin menjadi astronot dan pergi ke angkasa?"

"aku takut" balas Kai.

alis tebal itu mengernyit, "kenapa harus takut untuk mengejar apa yang kamu suka?"

"itu mengerikan, berada di luar angkasa tanpa banyaknya manusia membuat ku takut."

"contohnya seperti apa? sampai harus merasa begitu takut dan khawatir?" tanya Arav heran karena ia mengangkap gurat khawatr Kai.

Kai tersenyum. "mungkin kadang di bumi pun kita sendirian, namun saat tersesat ku rasa kita masih bisa bertanya pada banyak orang tentang arah."

"namun, jika tersesat di ruang angkasa. lantas kepada siapa kita bertanya tentang arah jalan untuk pulang ke bumi?" tanya Kai jenaka.

Arav tergelak. "benar, kepada siapa? jejak kehidupan pun, bisa saja hanya diri sendiri."

"kecuali alien sudi membantu." kata Kai pelan.

tawa Arav pecah seketika, sepertinya berada di dekat Kai membuat moodnya sekalu baik dan bahagia.

"tapi menurut Arav, Alien itu ada apa tidak?" tanya Kai serius.

raut serius yang begitu lucu. hendak hati mencubit hidung itu gemas, namun Arav harus menahan tangannya agar tak membuat Kai terganggu.

bahu lebar itu mengendik. "saya rasa ada."

"sertakan alasan." ujar Kai menuntut.

oh, tipikal manusia pintar yang tak ingin percaya tanpa fakta akurat. menarik.

"jika bumi saja berpenghuni lantas mengapa planet lain tidak?" tanya Arav.

Kai merengut "tapi banyak ilmuan yang menyatakan jika beberapa planet tak layak dihuni oleh manusia."

"yang artinya planet tersebut layak untuk dihuni oleh manusia versi planet itu. misalnya mars." ujar Arav sengaja.

pemuda manis itu membuka mulutnya sebagai tanda ia terkejut dengan pemikiran Arav yang sama dengan dirinya.

"mau bersahabat dengan ku ndak?" tanya Kai cepat.

Arav terkekeh. "kenapa?"

"hanya ingin, ku rasa kita cukup nyambung dalam diskusi yang aneh." jawab Kai.

kepala itu mengangguk, lalu menyodorkan kepalan tangan ke arah Kai yang disambut raut aneh oleh sang teman.

"pukul dengan kepalan tangan mu juga." ujarnya memberi instruksi.

Kai lantas meninju kepalan tangan tadi dengan miliknya, sedikit kontras akan kuruan dan warna namun ia tak peduli.

"salam pertemanan." ujar Arav dengan senyuman.

Kai tergelak dan mengangguk malu, salam pertemanan katanya.

"ndak mau menginap saja ta?" tanya Bunda saat Kaili memutuskan untuk pulang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"ndak mau menginap saja ta?" tanya Bunda saat Kaili memutuskan untuk pulang.

Kai menggeleng. "ndak Bun, saya ndak izin buat menginap sama bapak."

"nanti biar ayah yang telpon." ujar Bunda memaksa.

Arav terkekeh. "minggu saja bagaimana? besok masih sekolah dan keperluan sekolah Kaili ndak dibawa ke sini loh Bun."

Bunda akhirnya mengalah, lalu mengecup kepala Kaili singkat, padahal baru saja kenal namun ia telah bertingkah layaknya mengenal Kaili bertahun lamanya.

Arav yang melihat hanya tersenyum hangat. "sudah Bun, nanti hujan lagi kasihan Kaili."

"Kaili pamit ya bun, Rav sampai jumpa besok disekolah." ujar Kaili yang mulai mengayunkan sepedanya menjauh.

Bunda masih betah menatap punggung yang mulai menghilang di pertigaan. "manisnya."

"seperti apa manisnya?" tanya Arav dengan senyum.

"seperti gula jawa."

"salah." sanggah Arav.

Bunda menoleh ke arah anak sulungnya itu. "terus?"

"coklat Belgia." jawab Arav seraya berlalu.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Telinga Kiri [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang