"Kai?" sapa Arav saat ia melihat Kaili berjalan mendekat ke arah simpang rumahnya.
yang disapa memberhentikan laju sepeda dan turun setelahnya, memilih untuk menuntun sepeda agar ia bisa berjalan dengan teman barunya.
"kenapa turun?" tanya Arav heran.
Kai menoleh. "nanti Arav sendirian. biar adil, aku turun saja."
Arav tersenyum. "bagaimana jika saya bonceng kamu?"
"bisa bawa sepeda?" tanya Kai balik.
tawa berat itu terdengar, membuat Kai terdiam untuk sesaat. Arav tertawa dengan lepas karena pertanyaan lucu milik Kai.
"tentu bisa, biasanya saya pergi naik sepeda. tapi seminggu yang lalu, sepeda saya rusak jadi harus berjalan kaki." balas Arav.
Kai membulatkan bibirnya dan mengangguk seraya menyerahkan sepedanya pada Arav.
yang disambut baik oleh pemuda tinggi itu. "kamu naik di belakang, apa di depan?"
"b—belakang saja." kata Kai tergagap.
ia lantas naik ke pijakan yang memang sengaja bapak pasang, dengan tangan yang setia berada di atas pundak Arav.
lalu setelah ia rasa cukup seimbang, Arav mulai mengayuhkan sepeda hitam milik Kai dengan kecepatan sedang.
"mana Sakya?" tanya Arav penasaran.
Kai tertawa. "terlambat mungkin? atau bisa jadi sakit."
"sakit?"
"Sakya selalu absen sebulan dua kali karena masalah pada punggungnya, ia harus pergi ke kota sebelah untuk memeriksa keadaan tulang setiap bulan." cerita Kai.
ia rasa tak ada salahnya bercerita pada Arav yang sekarang telah resmi menjadi temannya.
"pasti menyakitkan." ujar Arav pelan.
Kai berdehem sebagai jawaban dan bungkam setelahnya. menikmati angin yang menghembus damai pada kulit.
sepeda hitam itu akhirnya sampai ke jalanan menuju gerbang utama sekolah, banyak pasang mata yang melirik keduanya penuh tanya.
atau lebih spesifik-nya banyak pasang mata yang melirik malu pada Arav yang memasang senyum paling tampan miliknya.
sepeda diparkirkan dengan apik, dan Arav menoleh ke arah sang teman sebaya.
"nanti pulang, boleh naik sepeda lagi?"
"boleh." jawab Kai seraya mengangguk.
Arav tersenyum lalu membetulkan tali tas yang melorot pada punggun kanannya. "saya ke kelas dulu, sampai bertemu nanti."
"iya." balas Kai pelan.
pemuda tinggi itu lantas berlalu melewati tubuh Kai, berlarian kecil menuju ruang kelas yang tak jauh dari parkiran.
"wangi." bisik Kai pelan yang berbalik menuju arah kelasnya.
Lonceng pulang berbunyi dengan merdu, dengan banyaknya siswa yang mengambur pulang seperti kambing yang baru lepas dari kandang.
Kai berjalan melewati kerumunan siswa yang sengaja duduk dekat koridor. sepertinya enggan untuk pulang.
"Kai!" panggil Arav nyaring.
Kai menoleh, oh bukan hanya Kaili tapi 95% populasi yang masih tinggal di koridor ikut menoleh.
Arav terkekeh dengan tangan yang memainkan anak rambut di tengkuk canggung. "pulang?"
Kai menjengit kaku lalu mengangguk dan berjalan terlebih dahulu ke arah parkiran tanpa alasan yang jelas.
"Arav berteman dengan Kai?" tanya salah satu siswa.
Arav mengangguk "benar, pamit ya" lalu berjalan meninggalkan kerumunan.
"pantas saja, Kaili juga anak tentara angkatan laut." ujar salah satu dari krumunan.
"Kai." sapa Arav setelah sampai di samping Kaili.
Kai tersenyum. "ayo pulang."
keduanya mulai naik ke posisi masing-masing dan sepeda mulai bergerak menjauhi area sekolah.
tak ada percakapan yang berarti antara keduanya karena mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.
sampai akhirnya sepeda hitam itu berhenti di persimpangan tempat biasa keduanya berpisah.
"kayuh sampai rumah mu, aku antar." ujar Kai.
Arav menggeleng. "agak jauh."
"aku ikhlas. ayo kayuh kembali." ujar Kai memaksa.
pemuda tampan itu diam, tak bergerak dari posisinya membuat Kai menggeram malas.
"Arav Dikhara Bahar, kayuh sepeda ini sampai ke rumah mu. aku tak menerima penolakan." sungut Kai.
yang nama lengkapnya disebut lantas menghela napas dan mengayuh sepeda hitam itu ke arah kiri, ke arah rumahnya.
mereka membutuhkan waktu 15 menit untuk sampai, cukup menguras tenaga jika di tempuh dengan berjalan kaki.
saat ini sepeda telah berganti pengemudi, dengan Arav yang telah berdiri di pagar rumahnya.
"masuk." ujar Arav.
Kai menggeleng. "takut ibu ku cari nantinya, kapan-kapan saja ya?"
"besok, selepas sekolah. kita main di rumah saya." putus Arav sepihak.
mata lucu itu membola. "tidak."
"Kaili Asoka Janari, saya tak menerima penolakan." ujar Arav dengan seringaian.
Kai mendengus sebal, ia kalah karena Arav baru saya membalikkan kalimat yang ia gunakan tadi saat memaksa pemuda tinggi itu untuk mengayuh sepeda sampai ke rumah.
"ya sudah, aku pamit." ujar Kai yang mulai membelokkan sepedanya.
Arav tersenyum. "hati-hati Kai, Sampai bertemu besok."
"sampai bertemu besok." balas Kai yang mulai mengayunkan sepedanya cepat.
meninggalkan kediaman Arav dengan sang pemilik yang tengah tersenyum tanpa arti yang jelas. "kaili."
KAMU SEDANG MEMBACA
Telinga Kiri [✔️]
FanfictionKaili tak bisa mendengar pada telinga kirinya dan Arav, sang pengecut yang selalu berbisik kata cinta pada telinga kiri Kai. ⚠️lokal ⚠️bxb ⚠️hajeongwoo