Hari keberangkatan Arav tiba, dengan Kaili ikut turut mengantar sang kekasih yang akan melanjutkan study di negeri orang.
pemuda Dikhara hanyalah bisa tersenyum kecut, rasa tak rela berpisah dengan Kai membuatnya enggan untuk banyak berbicara pada kesempatan terakhir ini.
"nanti sering kirim surat ya?" ucap Kai pelan.
Arav mengangguk, lalu berdehem kecil sebagai jawaban, "hmm"
"Kai punya hadiah untuk Arav sebelum pergi" ujar Kai yang merogoh ransel yang ia bawa.
Arav memperhatikan dalam diam, hatinya terhenyak saat melihat syal yang Kaili keluarkan dari dalam tas.
"ini untuk Arav kalau musim dingin tiba pakai ya? ini Kai bikin sendiri" ujar Kai semangat.
oh Kaili tidakah kau tahu jika Arav tengah menahan perasaan tak rela nan sedih yang tengah menguasai dirinya, pemuda tampan itu begitu tak tega hanya untuk pergi selangkah meninggalkan mu.
"maaf" bisik Arav seraya menunduk.
Kai mengernyit, "maaf untuk apa?" ujarnya heran karena merasa tak paham dengan arti kata yang Arav ucapkan.
Arav terkekeh, "maaf karena tidak bisa menjadi sandaran mu saat dunia sedang memainkan peran terjahatnya, maaf karena harus pergi ke jerman seorang diri dan maaf karena tak bisa melakukan apapun untuk membawa mu ke jerman"
"ndak usah minta maaf" bisik Kai yang mulai memeluk Arav.
pelukan itu berlangsung dalam beberapa menit sampai akhirnya pengumuman keberangkatan berkumandang, membuat Arav harus melepaskan pelukan.
bisa Kai lihat dengan jelas jika kilat mata Arav menjelaskan bagaimana perasaan pemuda tampan itu sekarang, ia jelas tak rela jika harus pergi sendirian.
langkah kali mendekat, membuat Arav dan Kai menoleh ke dua pasangan paruh baya yang merupakan orang tua dari mereka.
Arav sedikit mengernyit saat melihat tas besar yang dibawa oleh kedua orang tua Kai, apakah pemuda ini akan mulai pergi ke kota untuk melanjutkan study.
"ini tas punya Kai" ujar Ibuk senang.
Kai menyambut uluran tas tadi dengan gembira, lalu memeluk Bapak maupun Ibuk dengan eratnya, "kai pamit ya buk"
"hati-hati di negeri orang" bisik Ibuk.
Kai mengangguk, "pasti"
"Arav, jaga Kai ya?" pinta Bapak.
mata Arav membola, membuat seluruh manusia yang ia kenali tegelak di tempat, semua termasuk Kai yang tampak bahagia dan manis dengan tawa yang candu.
"Kai?" tanya Arav heran.
Kai mengangguk, "Kai ndak mau kalau Arav sendirian, jadi harus ditemani"
"astaga" ujar Arav dengan senyuman lebar lalu memeluk tubuh yang sedikit lebih kecil darinya itu erat.
tak ada yang bisa menjelaskan betapa lega dan bahagianya ia sekarang, maka setelah itu keduanya mulai berjalan untuk masuk ke pesawat.
duduk berdampingan dan mulai terbang meninggalkan negara tercinta demi sekolah yang menanti di negeri seberang.
flashback H-7 keberangkatan.
"jadi mau pergi atau tidak?" tanya Bapak serius.
Kai tampak betah menunduk tanpa niat menjawab, membuat Ibuk harus ekstra sabar karenanya. ah Kaili ini merupakan sosok yang sangat keras kepala.
"Arav saja rela untuk mengorbankan mimpinya menjadi angkatan laut, lantas mengapa kamu ndak bisa mengorbankan ego mu yang setinggi Liberti itu? ndak ada salahnya pergi ke Jerman menggunakan uang orang tua, itu tandanya kami mampu" ujar Bapak tegas.
Kai menghela napas, rasa sedih menguasai diri karena perkataan bapak benar adanya, jika Arav aja rela mengorbankan mimpinya lantas mengapa Kaili harus egois begini.
"pergi" ujarnya singkat dan bangkit dari duduknya menuju kamar.
Ibuk diam-diam tersenyum, "dasar anak muda"
"besok kita urus keberangkatannya" ujar Bapak.
sang istri terkekeh, "iya"
KAMU SEDANG MEMBACA
Telinga Kiri [✔️]
FanfictionKaili tak bisa mendengar pada telinga kirinya dan Arav, sang pengecut yang selalu berbisik kata cinta pada telinga kiri Kai. ⚠️lokal ⚠️bxb ⚠️hajeongwoo