21

2.6K 672 23
                                    

Kai mengigit bibir bawahnya saat mendapati Arav dan keluarganya datang bertamu ke rumah malam ini, kegiatan melamunnya harus terganggu karenanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kai mengigit bibir bawahnya saat mendapati Arav dan keluarganya datang bertamu ke rumah malam ini, kegiatan melamunnya harus terganggu karenanya.

"Halo Kai" sapa Arav pelan.

tunggal Janari itu tersenyum manis dan mengangguk, "Halo juga"

"sudah makan malam?" tanya Arav

surai legam milik Kai bergerak lembut, "sudah, Arav sudah makan?"

"sudah" balas Arav dengan senyuman tampan.

kegiatan keduanya tak luput dari pandangan Ayah dan juga Bapak yang tengah mengisap cerutu di meja teras.

"lucu" ujar Bapak.

Ayah tergelak dan mengangguk mengiyakan, "katanya ingin pergi ke Jerman agar Kaili ada temannya"

"bukannya mau jadi Angkatan Laut?" tanya Bapak heran.

pria paruh baya itu mengendik bahu acuh, "katanya ingin ke jerman, tapi jika ndak lolos ya pasti jadi Angkatan Laut"

Arav menatap jemari Kai yang berbalut plaster, "jari mu kenapa?"

"oh, terkena pisau" bisik Kai yang mulai menarik jemarinya dari genggaman Arav.

pemuda Dikhara itu mengusap helai rambut milik Kai sayang, menyalurkan rasa hangat yang ia punya.

"manis sekali" bisiknya.

Kai mendongak, "bukankah minggu depan pengumumannya?"

"iya" balas Arav singkat.

pemuda Janari lantas tersenyum lebar dan meletakkan kepalanya pada perut Arav, "kalau misalnya Kai ndak lolos, Arav tetap pergi ya?"

"ndak mau, pergi bersama atau ndak pergi sama sekali" ujar Arav tegas.

Kai menggeleng, "jika Arav ndak pergi, nanti sekolah kita ndak boleh ikut lagi bagaimana?"

"Kai" panggil Arav pelan.

pemuda manis itu bergeming, memeluk perut Arav erat agar rasa takut yang menghantuinya menguap.

"jangan takut, jika tak lolos boleh pakai dana pribadi" bisik Arav.

Kai mendongak, "mahal"

"bapak mu sanggup, lantas apa masalahnya?" bisik Arav.

"aku ndak mau membebani" bisik Kai pelan.

Arav tergelak, "baiklah, kalau Ndak bisa yasudah sekolah disini saja"

"Arav tetap pergi?" tanya Kai

kepala itu menggeleng, "ndak mau kalau Kai ndak pergi, karena alasan ku untuk ikut test ya itu kamu"

"lantas jika alasan saya saja tak lolos, mengapa harus repot untuk pergi ke jerman?" tambah Arav malas.

Kai tergelak. wajahnya menghangat sekarang, kalimat singkat nan sederhana milik Arav saja berhasil membuatnya menjadi buah tomat matang.

"Kai manis" bisik Arav yang mengelus sebelah pipi Kai.

kegiatan keduanya tak luput dari pandangan orang tua, yang membuat Bunda tersenyum begitu lebar di sofa rumah keluarga Janari.

"manis sekali" ujarnya pelan.

Ibuk tergelak, meneguk teh hangat miliknya dengan anggun, "memang"

"bagaimana jika kita kirimkan saja mereka ke Jerman jikalau tak lolos sekali pun?" tawar Bunda.

Ibuk mengangguk, "rencana bapak Kai memang begitu, tapi anaknya ndak suka merepotkan"

"sedih sekali jika harus berpisah" bisik Bunda.

Ibuk diam-diam mengangguk, mengiyakan perkataan Bunda. sangat disayangkan jika keduanya harus berpisah karena study yang akan ditempuh.

apa lagi belajar di luar negeri pasti memakan waktu yang tak singkat dan lama, belum lagi waktu libur yang entah bisa pulang atau tidak.

apa lagi belajar di luar negeri pasti memakan waktu yang tak singkat dan lama, belum lagi waktu libur yang entah bisa pulang atau tidak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Telinga Kiri [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang