Ini gelap dan menyakitkan, kapan akan berakhir?
***
"Kamu ingin keluar?"
Tera langsung menoleh mendengar pertanyaan itu. Seorang pria dewasa yang sedang memegang sapu lidi bergagang panjang itu menatap Tera dengan tatapan kosong untuk beberapa saat. Kemudian, ia berkedip dan seolah mendapatkan kembali nyawanya.
"Maaf, Nona mau ke mana? Jangan main di sini, banyak ulat," ucap pria berusia sekitar 53 tahun itu. Suaranya yang dingin berubah menjadi ramah.
Tatapan Tera masih belum lepas memerhatikan gelagat pria itu secara terang-terangan. Ia sebenarnya takut berbicara dengan orang asing, tetapi pria penjaga sekolah dengan name tag Evan ini berlaku sangat ramah.
"Jangan bolos, Nona, sekolah yang benar. Kasihan orang tua Nona yang menyekolahkan, ingin anaknya menjadi pintar, bukan malah bolos."
"Saya takut. Saya takut tidak bisa keluar dan membuat semua orang khawatir," ucap Tera yang tiba-tiba asal percaya saja menceritakan kisahnya kepada orang asing.
"Tidak usah takut, semua sudah ada yang menggariskan. Jalani saja dengan ikhlas. Mau diantar ke kelas?"
Tera menggeleng pelan. Ia tersenyum tipis sebagai tanda terima kasih karena telah berbaik hati menawari. Serta telah membuat hati Tera sedikit tenang meskipun tidak begitu paham dengan maksud pria itu.
Setelah mengangguk dengan senyum tipis yang belum pudar, Tera segera pergi dari sana. Ia masih ingat jalannya, jadi tidak perlu diantar juga. Sekolah ini sama persis dengan yang ada di dunia nyata.
***
Di ruangan klub drama, Tera diperkenalkan sebagai anggota baru. Awalnya, ia tidak mau mengikuti alur cerita dunia aneh ini, tetapi ia pasrah saat tidak punya pilihan lain. Tadi selepas ia balik dari belakang sekolah, ia berniat kabur dari sekolah ini lewat gerbang depan. Namun sayang, ia bertemu Haiva dan langsung diseret ke ruangan ini.
Saat ini, Tera tengah duduk di salah satu kursi bersama Haiva di sampingnya. Letak kursi-kursi yang ditata melingkar membuat mereka nyaman berdiskusi.
"Untuk tokoh utamanya, kita akan mengganti Lizzie dengan Tera," ujar seorang laki-laki yang duduk di samping kiri Haiva.
Tera yang duduk di sebelah kanan Haiva langsung menoleh ke kiri, menatap suara siapa yang berbicara barusan. Ternyata itu adalah laki-laki yang menabraknya tadi, yang Haiva sempat sebut namanya Arvie.
"Iya. Meskipun belum berpengalaman, kita bakal latih Tera," balas Haiva sebagai penulis naskah kali ini.
"Jadi, maksudnya, kalian menyingkirkan Lizzie yang saat ini sedang berjuang melawan penyakitnya?" Salah seorang siswi berdiri, bertanya dengan nada kurang mengenakkan.
"Tenang, Casey, Tera hanya menggantikan sementara Lizzie belum kembali," jawab Haiva.
Namun, bukannya puas, yang lain ikut berdiri untuk menyerukan hal serupa. "Tapi, kamu tahu, 'kan, Haiva, kalau dilihat dari sisi keramahannya, dia sama sekali tidak cocok."
"Menang wajah saja bangga? Aku tidak mau melanjutkan kalau Lizzie disingkirkan seperti ini!"
Hati Tera serasa diiris mendengar penolakan mereka semua. Ini pertama kalinya ia berbaur dengan orang-orang, ya, meskipun saat ini ia entah sedang di mimpi. Lalu, ia ditolak? Ia ditolak di dunia mimpi yang mungkin saja bisa ia kendalikan?
"Aku juga tidak sudi jadi tokoh utama!" seru Tera dengan suara dingin dan wajah kesal. Ia berdiri, lalu segera berjalan keluar ruangan itu.
"Tunggu, Tera!"
KAMU SEDANG MEMBACA
REFLECTION [END]
Misteri / ThrillerPada beberapa kejadian, terkadang mimpi adalah sebuah dunia lain yang sebenarnya berdampingan dengan dunia nyata. Setiap pingsan, Tera akan menjalani hari-hari seperti biasanya. Lalu, ketika ia terbangun, seolah semua itu hanyalah mimpi dan ia ling...