Seekor burung yang terlalu lama dikurung bisa lupa caranya terbang tinggi.
***
Perpisahan itu terasa menyedihkan dan meninggalkan ruang kosong pada hati Tera. Sebelumnya, ia tidak pernah merasakan sakit itu, tetapi Haiva dan Altha mengajarkannya. Ia kira pertemanan tidak akan berakhir secepat ini.
Namun, ia akan mengakhiri semua ini. Tera tidak akan merasakan sakit dan sedih berkepanjangan lagi ataupun rasa sesal atau segalanya. Karena setelah keluar dari dunia ini, ia tidak akan mengingat semua yang ada di sini. Ia akan segera terbebas dari semua itu.
Sebelum benar-benar pergi, Tera ingin memberi ucapan selamat tinggal kepada Haiva, teman pertamanya di dunia ini.
Tera berada di rumah sakit. Ia menyaksikan tubuh papanya yang tidak sadarkan diri di atas brankar. Langkahnya perlahan memasuki ruangan VIP itu sembari mengendap-endap.
"Pa, bagaimana kabarnya? Merasa lebih baik? Merasa lebih manusia dari sebelumnya?" tanya Tera dengan nada datar. Wajahnya tanpa ekspresi menatap Mike yang masih tetap menutup mata. "Yah, kemungkinan itu yang Haiva, Altha, dan semua orang rasakan ketika pisau Papa menancap di tubuh mereka."
Hening. Hanya suara detakan jantung Mike di monitor yang mengisi penuh ruangan itu.
"Bagaimana, ya, perasaan Tera di dunia ini saat tahu papanya ternyata bertindak sejauh ini? Mungkinkah dia depresi dan bunuh diri? Karena aku berasa ingin melakukan hal itu, padahal aku bukan Tera asli di dunia ini."
Bukan tanpa alasan Tera mengatakan hal itu. Ia memang terus memikirkan betapa baik dan penyayangnya Mike di dunia ini. Mike di dunianya justru hanya topeng, selalu sibuk dan hanya memiliki beberapa menit saja waktu untuknya. Lalu, di sini, Mike menyimpan begitu besar rahasia yang tidak bisa ditoleransi.
"Di mana kamu sembunyikan tubuh orang tuaku yang kamu bunuh? Kenapa mereka tidak ditemukan sama sekali?!"
Suara Rain saat menculiknya waktu itu terngiang-ngiang di kepalanya. Lalu, disusul suara-suara lain yang begitu memilukan.
"DI MANA KAMU SEMBUNYIKAN KEDUA ORANG TUAKU?"
"Tera! Hentikan dia, Tera! Kamu melukai mama papaku!"
Mengingat semua suara itu, tangan Tera terkepal di samping tubuhnya. Ia mengeratkan pegangannya pada sebilah pisau dapur dengan ujung lancip mengkilap. Perlahan ia angkat pisau itu tepat di atas tubuh Mike dengan mata tertutup. Setelah ini, ia harap semuanya menghilang.
"Ini untuk Haiva dan Altha. Selamat tinggal, kalian semua. Satu ...," gumam Tera menghitung sampai tiga. "Dua .... Ti--"
Hening cukup lama.
"--ga!"
Sekitar tiga puluh detik kemudian, barulah semuanya berakhir. Tera menjatuhkan pisaunya di anggota tubuh Mike, tetapi ia tidak sadarkan diri. Ketika membuka mata untuk memastikan, yang ia dapati justru bukan Mike yang sedang terbaring di brankar rumah sakit, tetapi dirinya.
Ia tahu itu karena cahaya lampu tepat berada di atas kepalanya padahal sebelumnya ia yakin tengah sedikit menunduk untuk menyamakan pandangannya kepada tubuh pria itu.
"Nona Tera?" Sebuah suara panik menyambung hening yang cukup lama itu. Lalu, wajahnya muncul tepat di hadapan mata Tera.
Wanita itu segera berlari tergopoh-gopoh ke arah pintu. Ia mengatakan kepada semua orang di luar ruangan bahwa Tera telah sadar. Hal itu menyebabkan hampir semua orang di depan ruangan itu berbondong-bondong masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
REFLECTION [END]
Misterio / SuspensoPada beberapa kejadian, terkadang mimpi adalah sebuah dunia lain yang sebenarnya berdampingan dengan dunia nyata. Setiap pingsan, Tera akan menjalani hari-hari seperti biasanya. Lalu, ketika ia terbangun, seolah semua itu hanyalah mimpi dan ia ling...