chapter 19 - a sign

11 2 0
                                    

Kebanyakan orang lebih suka didengar daripada mendengar.

***

Mungkinkah selama ini Claire mengira Tera-lah yang membunuh orang-orang tidak bersalah itu?

Wanita itu hanya sampai menampar Tera sekali. Seperti hendak meluapkan semua amarahnya, memukul Tera, atau melempari Tera dengan barang-barang, tetapi semua itu diurungkannya. Tangannya selalu sampai di udara saja, lalu membanting benda yang dipegangnya ke lantai.

Dunia ini membingungkan.

Tera sakit hati mengetahui pemikiran mamanya itu. Ia langsung berlari keluar rumah dengan masih memakai seragam sekolah lengkap serta tas punggung. Tidak ia pedulikan hari sudah sangat malam dan gelap atau ramai orang di rumah tetangganya itu. Kakinya terus melangkah menuju hutan.

Air mata yang mengalir di pipinya tidak ia usap atau seka. Tera biarkan terus mengalir meskipun menghalangi pandangannya di jalanan setapak yang sangat gelap itu.

Bruk!

Berkali-kali gadis itu terjatuh karena menyandung bebatuan, tetapi ia kembali berdiri, lalu jalan lagi dengan napas tersengal. Tujuannya hanya satu: bertemu dengan Altha. Ia ingin pergi dari sini secepatnya.

Setelah berjalan selama hampir lima belas menit, Tera melihat lampu yang berpendar. Terlihat sangat terang dan banyak sekali. Mungkin secara tidak sadar, ternyata di sekitar sana banyak rumah, bukan hanya teras belakang tempat Altha itu.

"Altha!" panggil Tera berharap segera melihat setidaknya hanya siluet anak laki-laki itu.

Namun, melihat cahaya lampu yang lebih banyak, Tera jadi penasaran. Ia berjalan ke arah rumah atau gedung besar itu. Ternyata kalau dipikir, teras tempat Altha dan Rain tinggal itu adalah berada di belakang sebuah mansion besar. Dan lampu-lampu berpendar itu bukan dari banyak rumah, melainkan satu rumah besar itu saja.

Tera mengabaikan teras belakang itu, lalu berjalan di samping tembok tinggi. Ia terus menurut space kecil itu hingga sampai di jalanan besar.

Rumah itu besar sekali dan hanya menyendiri di ujung hutan. Tera melihatnya dari depan, dari jalanan yang lengang di malam hari. Rumah itu terlihat sangat sepi, tetapi semua lampu menyala. Apakah penghuninya telah tidur?

Tunggu dulu .... Tampilan rumah itu dari depan terlihat tidak asing. Seperti pernah Tera lihat di suatu tempat.

Mansion? Apa ini rumahku di dunia nyata?

Tera mendekat, lalu melongok dari gerbang depannya. Ia jadi berpikir apakah dahulu dirinya juga tinggal di sini? Atau ini rumah Altha dan Rintik yang sesungguhnya?

"Tera? Kamu kenapa ada di sini?" tanya Altha yang tiba-tiba muncul di dekatnya.

"Altha? Altha! Bantu aku keluar dari sini!"

Wajah Altha terlihat terkejut. Namun, otaknya berpikir cepat dan menyimpulkan sesuatu bahwa Tera memintanya membantu keluar dari dunia ini. Ia mengajak Tera ke tempatnya agar bisa berbicara lebih leluasa.

"Kamu kenapa, Tera?" tanya Altha retoris. Padahal ia sudah tahu maksud Tera datang ke sini dan apa penyebabnya. Ia menghela napas pendek.

"Mama ... mengira akulah pembunuh itu," jawab Tera, lalu duduk di kasur kayu.

Altha tidak menatap Tera. Ia duduk di samping gadis itu menatap gelapnya malam yang didampingi suara alam, jangkrik, air sungai, katak, dan dedaunan yang bergesekan oleh angin.

REFLECTION [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang